20
Mon, May

Cara Mendata Penerima Bansos Terbaru

Illustrasi / Istimewa

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 9 Mei 2024— Cara pengusulan penerima bantuan sosial (Bansos) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diubah. Kini nama-nama warga penerima bantuan sosial wajib disaring melalui musyawarah desa atau kelurahan, disetujui oleh pemerintah daerah, baru kemudian diserahkan ke Kementerian Sosial.

Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/2288-nelayan-tayu-keluhkan-zona-tangkapnya-dirusak-nelayan-berjaring-garuk-tripang

Baca juga: https://www.clakclik.com/73-cerita/2290-harga-pupuk-subsidi-tidak-naik-petani-padi-idealnya-tak-rugi

Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan, melalui musyawarah desa diharapkan pendataan DTKS dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan diputuskan secara musyawarah-mufakat. Hal ini guna memastikan bansos tepat sasaran.

Kebijakan baru ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Dalam pasal disebutkan bahwa nama-nama penerima bansos ditentukan pemerintah daerah melalui musyawarah desa atau kelurahan.

”Hal tersebut dilakukan karena kadang ada laporan ke kami bahwa yang diusulkan adalah orang-orang terdekatnya si A. Bahkan, ada pejabat yang bertanggung jawab terhadap ini mengusulkan dirinya sendiri,” ungkap Risma, Rabu (8/5/2024).

Musyawarah desa dan kelurahan wajib dilakukan minimal satu kali dalam tiga bulan, setelah itu hasilnya akan disahkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diserahkan ke Kementerian Sosial (Kemensos).

Kemensos kemudian meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS) sebagai tempat melaporkan hasil musyawarah desa atau kelurahan. Beberapa dokumen yang harus diunggah pihak desa meliputi berita acara musyawarah, dokumentasi, daftar hadir dan dokumentasi publikasi hasil musyawarah.

Namun, jika dalam kondisi tertentu yang membuat musyawarah tidak bisa digelar, kepala desa, lurah, atau setingkatnya bisa menyampaikan usulan dengan menggunakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). ”Mekanisme baru ini mulai berlaku pada pencairan bulan depan,” katanya.

Risma memastikan, celah kecurangan dalam pendataan penerima bansos bisa diminimalkan dengan digitalisasi seperti ini. Semua instrumen dari Kemensos, seperti pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan sebagainya, dilarang terlibat dalam proses pendataan.

Begitu pula dengan keamanan data pribadi yang terkandung di dalam sistem tersebut. Sebab, sistem keamanan datanya terstandar dalam ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu dan ISO 27001 tentang keamanan teknologi dan informasi.

”Memang ada beberapa daerah yang jaringan internetnya susah, tetapi ini datanya tidak terlalu berat bebannya, jadi saya rasa bisa,” kata Risma.

Saat dihubungi secara terpisah, Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Robert Na Endi Jaweng, menilai mekanisme baru ini memang sudah sesuai rekomendasi yang mereka berikan awal tahun lalu untuk menghindari malaadministrasi terulang. Sebab, di banyak daerah, proses pendataan penerima bansos tidak dilakukan melalui prosedur musyawarah desa atau kelurahan.

Masalah itu menjalar hingga ke proses selanjutnya saat petugas dinas sosial kabupaten atau kota memverifikasi dan memvalidasi data karena data yang dikumpulkan tidak sesuai fakta di lapangan. Tindakan inkompeten dalam penetapan graduasi, pembaruan data, dan pemadanan data penerima bansos PKH ini menyebabkan penyaluran tidak tepat sasaran.

Namun, mekanisme baru tersebut tidak menjamin sepenuhnya pendataan penerima bansos bisa 100 persen tepat sasaran. Masalah berikutnya terkait dengan komitmen dari pemerintah daerah untuk mau melakukan verifikasi faktual terhadap data hasil musyawarah daerah.

Pemerintah daerah, lanjut Robert, sering kali beralasan tidak memiliki anggaran untuk melakukan hal tersebut sehingga data dari desa atau kelurahan disahkan dan diserahkan ke Kemensos begitu saja. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) didorong untuk lebih menggerakkan pemerintah daerahnya untuk memaksimalkan anggaran untuk verifikasi penerima bansos.

”Mendagri kalau menganggap ini program yang strategis seharusnya mengoordinasikan pemda untuk menyiapkan dana guna melakukan verifikasi faktual, bisa setiap November-Desember itu kan dilakukan pratinjau RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” kata Robert. (c-hu)