Clakclik.com, 24 Agustus 2022— Penetapan upah minimum tahun 2023 akan tetap mengacu pada formula yang diatur dalam regulasi turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Untuk menjaga agar daya beli pekerja tidak makin tergerus inflasi, buruh dan pengusaha berencana mengadakan kembali survei kebutuhan hidup layak sebagai faktor pembanding dalam penetapan upah.
Pernyataan bahwa penetapan upah minimum tahun 2023 akan tetap memakai formula dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan itu disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam rapat kerja bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Ida mengatakan, untuk kali kedua, penetapan upah akan menggunakan formula dalam peraturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu. Sebelumnya, penetapan upah minimum tahun 2022 sudah menggunakan formula yang sama.
”Harapannya kali ini tidak ada gejolak seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang dibutuhkan sekarang adalah sosialisasi lebih masif. Meski sudah dimulai di penetapan tahun 2022, kami merasa masih perlu terus meningkatkan sosialisasi ke pekerja dan pengusaha melalui dinas ketenagakerjaan agar mereka memiliki pemahaman utuh,” kata Ida.
Kenaikan upah minimum tahun 2022 memicu kritik dari buruh karena formula baru dalam PP No 36/2021 menahan laju kenaikan upah minimum. Penetapan upah minimum kini hanya memperhitungkan salah satu variabel, antara pertumbuhan ekonomi atau inflasi, yang nilainya lebih tinggi. Komponen survei kebutuhan hidup layak (KHL) juga dihilangkan.
Formula baru itu juga memperkenalkan variabel baru berupa batas atas dan batas bawah upah minimum, yang semakin menahan kenaikan upah. Hasilnya, rata-rata kenaikan upah minimum nasional tahun 2022 adalah 1,09 persen, berada di bawah tingkat inflasi tahunan 1,66 persen ketika kebijakan itu ditetapkan (Oktober 2021) dan di bawah tingkat inflasi tahunan saat ini yang sudah menyentuh 4,94 persen (Juli 2022).
Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Surnadi yang berasal dari unsur serikat buruh mengatakan, meski tetap mengacu pada PP No 36/2021, ada cara untuk menjaga kenaikan upah tetap proporsional dan tidak terlalu menggerus daya beli pekerja di tengah tren kenaikan inflasi. Salah satunya melalui mengadakan kembali survei KHL.
Meski tetap mengacu pada PP No 36/2021, ada cara untuk menjaga kenaikan upah tetap proporsional dan tidak terlalu menggerus daya beli pekerja di tengah tren kenaikan inflasi.
Rencana itu telah disepahami perwakilan buruh dan pengusaha di Depenas meski belum disepakati secara resmi bersama dengan perwakilan unsur pemerintah. Survei ke sejumlah pasar-pasar berdasarkan komponen KHL itu akan diadakan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan serikat buruh serta dimulai pada awal Agustus ini.
Data pembanding
Menurut dia, meski PP No 36/2021 telah meniadakan komponen survei KHL dalam penetapan kebijakan upah minimum, hasil survei pasar berdasarkan komponen KHL itu dapat dijadikan data pembanding terhadap data Badan Pusat Statistik yang dinilai terlalu makro dan tidak menggambarkan kebutuhan riil pekerja sehari-hari.
Untuk rencana awal, survei pasar akan dilakukan secara terbatas di wilayah Jawa dan Sumatera. Namun, tidak tertutup kemungkinan survei juga bisa dilakukan di daerah-daerah lain oleh pengurus Kadin dan serikat buruh setempat.
Surnadi mengatakan, survei pasar itu diinisiasi oleh Kadin agar penetapan upah minimum 2023 tidak perlu diwarnai perdebatan dan saling klaim.
”Memang survei KHL sebenarnya sudah tidak ada di peraturan terbaru. Namun, karena melihat harga-harga yang naik luar biasa, muncul ide untuk melakukan survei di beberapa pasar di daerah-daerah. Supaya fair, kita turun ke jalan dan cari data bersama,” kata Surnadi.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mendefinisikan KHL sebagai standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk bisa hidup layak secara fisik, nonfisik, dan sosial untuk satu bulan. Komponen kebutuhan hidup yang dicakup adalah makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, sampai kebutuhan rekreasi.
Struktur dan skala upah
Sementara itu, untuk menjaga daya beli pekerja, pemerintah memilih menegakkan peraturan struktur dan skala upah sesuai PP No 36/2021. Menurut Ida, kewajiban menerapkan hal tersebut sedang gencar disosialisasikan ke perusahaan-perusahaan mengingat belum banyak pengusaha yang menjalankannya.
Badan Pusat Statistik mencatat, masih banyak pekerja yang dibayar dengan upah minimum, bahkan di bawah itu. ”Ini hal baru yang tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Struktur dan skala upah ini memang belum dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan kita, dan pemahaman itu juga belum dimiliki oleh semua pekerja kita,” kata Ida.
Struktur dan skala upah adalah susunan tingkat upah pekerja di sebuah perusahaan yang disesuaikan dengan masa kerja, golongan jabatan, produktivitas atau kinerja, dan kemampuan perusahaan. Mengacu pada PP No 36/2021, pengusaha wajib menaikkan upah pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun. Upah minimum hanya boleh berlaku untuk pekerja yang masa kerjanya di bawah satu tahun.
Menurut Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani, pengusaha seharusnya sudah mulai menerapkannya meski pemerintah belum memiliki data yang eksak terkait tingkat kepatuhan struktur dan skala upah.
”Seharusnya (perusahaan) sudah membuatnya karena mereka, kan, wajib membuat peraturan perusahaan (PP) dan peraturan kerja bersama (PKB), dan syarat untuk mengesahkan PP dan PKB itu harus melampirkan struktur dan skala upah,” kata Dinar. (-hu)
Sumber berita: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/08/23/formula-upah-minimum-tetap-sama-survei-khl-kembali-didorong di copy paste untuk kepentingan edukasi publik.