29
Mon, Apr

Ratusan Pasien HIV-AIDS di Pati Putus Obat

Ilustrasi / Clakclik.com

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Pati, Clakclik.com—Orang yang sudah positif terpapar HIV atau yang biasa disebut ODHA (Orang dengan HIV-AIDS) wajib mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV) seumur hidup. Hal itu disebabkan karena virus HIV sampai saat ini belum bisa dimatikan namun bisa dikendalikan.

Baca juga: Perjalanan Penanganan AIDS di Indonesia (clakclik.com)

Baca juga: Kasus HIV/AIDS di Pati Terus Bertambah, Butuh Penanganan Serius dan Libatkan Multi-pihak (clakclik.com)

Informasi tentang adanya ratusan ODHA yang putus pengobatan itu disampaikan oleh Ari Subekti, Koordinator Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) Rumah Matahari; organisasi yang bergerak untuk persoalah HIV-AIDS dan pendampingan ODHA di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

“Hasil pendataan kami, ada 174 orang ODHA yang mengalami putus obat atau istilah kami lost follow up. Hal ini berbahaya karena bisa terjadi resistensi obat bagi ODHA dan juga berpeluang menularkan ke orang lain,” kata Ari Subekti, Selasa (1/12/2020).

Menurut hasil observasi dr. Joko Mardiyanto, konselor layanan HIV-AIDS di rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Pati ada beberapa faktor yang menyebabkan ODHA berhenti mengkonsumsi ARV. Diantaranya adalah karena merasa sudah sehat setelah beberapa bulan mengkonsumsi ARV, ada juga yang karena merasa bosan.

“Selain itu ada yang kondisinya belum siap baik fisik maupun mentalnya. Misalnya setelah minum ARV ada afek samping yang dirasakan. Tapi ada juga yang karena selama ini status ODHA-nya disembunyikan lalu suatu saat diketahui keluarga. Itu juga bisa membuat mereka bad mood dan akhirnya tidak mau mengkonsumsi ARV lagi, jadi bukan karena tidak ada obat,” terang dr. Joko Mardiyanto.

Menyikapi situasi itu, baik Ari Subekti maupun dr. Joko Mardiyanto meminta agar semua pihak di Kabupaten Pati lebih serius dalam menangani persoalan HIV-AIDS. Persoalan HIV/AIDS tidak hanya masalah kesehatan namun juga terkait dengan aneka masalah kehidupan lainnya.

“Dalam konteks HIV-AIDS, problem sosial sangat dominan. Jadi tidak bisa hanya direspon dengan pendekatan kesehatan saja,” pungkas Ari Subekti. (c-hu)