03
Tue, Dec

Covid-19, Kebingungan dan Solidaritas Warga

Ilustrasi / Clakclik.com

Opini
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Oleh: Husaini
Founder Omah Buku ‘Uplik Cilik’, Tinggal di Desa Pelemgede, Pucakwangi, Pati, Jawa Tengah

Ada kebingungan di masyarakat tentang bagaimana pemerintah mengendalikan pandemi Covid-19. Kebingungan terjadi karena komunikasi dalam pemerintahan yang saling bertabrakan. Ada kontradiksi antara pernyataan dan kenyataan.

Kebingungan itu sempat melahirkan tagar ‘Indonesia Terserah’ di media sosial. Tagar tentang akumulasi kebingung-jengkelan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang berubah-ubah.

Publik dipusingkan dengan frasa yang tidak perlu diperdebatkan, antara ”mudik” dan ”pulang kampung”. Antara ”perang melawan Covid-19” dengan ”berdamai dengan Covid-19”.

Pada satu sisi, pemerintah meminta pemuka masyarakat berkampanye untuk tidak mudik. Namun, pada sisi lain, tiba-tiba moda transportasi dibuka. Mobilitas terjadi. Kerumunan orang tak terelakkan.

Relasi pusat dan daerah tidak mulus. Ada nuansa persaingan politik. Bangsa ini seperti merasakan hidup dengan banyak otoritas. Otoritas pemerintah pusat, kementerian, daerah, gugus tugas, gubernur, bupati, atau wali kota.

Padahal, bagi warga, semua itu adalah pemerintah. Apa pun kebijakan akan diikuti. Yang tidak mau ikut, ya ditindak. Namun, ketika otoritas saling bertabrakan, yang menjadi korban adalah rakyat. Ini akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan pada pemerintah.

Untuk sekedar mengambil contoh tentang ketidakpercayaan warga terhadap pemimpinnya bisa kita lihat Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah misalnya, disaat bupati-nya bersama para jendral dan tokoh masyarakat bernyanyi bersama dalam sebuah lagu kampanye, menghimbau masyarakat di perantauan agar tidak mudik berjudul ‘Ramudik Rapopo’, namun warga Kabupaten Pati yang sudah mudik hingga 24 Mei 2020 sejumlah 22.579 orang (www.covid19.patikab.go.id).

Kita beruntung jiwa kegotongroyongan ada dan hidup di tengah warga. Memang ada yang protes. Namun, tren warga punya semangat berbagi, semangat menolong. Mereka bekerja dalam sunyi untuk operasi kemanusiaan.

Solidaritas kian tumbuh. Tanpa orkestrasi, mereka bergotong royong, membantu sesama, tanpa memandang sekat birokrasi. Energi positif pada akar rumput ini harus diorkestrasi.

Harusnya pemimpin lembaga negara, pimpinan partai politik, pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) besar, dan pengusaha segera duduk bersama secara virtual mengambil langkah bersama mengatasi pandemi Covid-19 dan menyelamatkan ekonomi.