20
Mon, May

Kampung Prostitusi LI & Sejumlah Pertanyaan Orang Biasa

Kampung LI / Clakclik.com

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 13 Februari 2020—Pertanyaan tentang eksistensi kampung prostitusi Lorong Indah atau yang popular dengan LI (baca: el-i) kembali mencuat setelah Satgasus Kebo Landoh beberapa kali melakukan penggrebekan terhadap rumah lokalisasi di beberapa tempat.

Pertanyaan tersebut sering muncul dalam obrolan warung-warung murahan baik di desa maupun di sudut-sudut kota yang konsumennya orang-orang biasa; para tukang becak, kuli bangunan, pengamen, petani dan tukang ojek pangkalan.

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah soal legalitas LI. Apakah kampung LI itu legal atau tidak, kalau legal, berarti pemerintah melegalkan prostitusi. Kalau tidak legal, kenapa tidak digrebek atau dibubarkan.

Tidak hanya sampai disitu, mereka juga bercerita soal bagaimana peredaran minuman keras di LI dan kemudian saling bertanya; kenapa minuman keras di LI tidak dirazia.
Dalam obrolan warung murahan itu, sesekali celetukan nakal keluar dari mulut salah satu peserta: mungkin LI sepi karena tersaingi praktik prostitusi diluar, maka agar LI kembali ramai, yang diluar LI digrebek.

Sebuah penjelasan yang kurang memadai, Clakclik.com dapatkan dari salah seorang mantan pendakwah di LI yang tidak bersedia ditulis Namanya. Pertama soal legal atau illegal, jawabannya tegas: LI itu illegal. Pemerintah tidak pernah mengeluarkan ijin pendirian kampung prostitusi di Kabupaten Pati.

Jawaban menjadi mulai aneh ketika pertanyaan masuk pada: kenapa kalau illegal tidak dibubarkan. Sang Pendakwah memberikan jawaban versi saat ia bertanya kepada pemerintah. Alasannya adalah lokalisai LI tempatnya terisolir, jauh dari kota dan desa, masuk 2 kilo meter dari jalan besar, jalannya jelek berlumpur dan grunjalan, apalagi kalau musim hujan.

Saat jawaban itu Clakclik.com konfirmasi melalui obrolan di warung itu, salah seorang menjawab sambal senyum-senyum: tetangga saya kalau ke LI itu naik perahu menyusuri Sungai Juwana. Artinya, kalau memang sudah pengen begituan, mau jalan jauh, mau jalan jelak tidak urusan.

Bertambah aneh saat Sang Pendakwah bercerita bahwa program dakwah yang dilakukan itu merupakan program pemerintah. Tidak hanya program dakwah, di LI juga ada program kesehatan dan aneka program lain dari pemerintah.

Nah, dari informasi tersebut, ada sisa pertanyaan yang menggelitik: Kok bisa ya, tempat illegal tapi dijadikan lokasi untuk pengembangan program pemerintah?. (c-hu)