23
Tue, Apr

Kesejahteraan Jurnalis Masih Bermasalah

Ilustrasi/Istimewa

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 12 April 2023--Upah yang layak bagi jurnalis secara umum masih jauh dari harapan. Kenyataannya masih banyak jurnalis yang menerima upah jauh di bawah upah minimum , apalagi dari kebutuhan hidup. Selain itu, perlindungam terhadap jurnalis dari perusahaan medianya juga belum optimal.

Dalam Peluncuran Survei Upah Layak Jurnalis 2023 oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Selasa (11/4/2023), Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta Irsyan Hasyim mengatakan, di tahun 2022, hitungan upah layak untuk jurnalis di Jakarta dan sekitarnya diperkirakan Rp 8,090 juta. Di tahun 2023 naik di kisaran Rp 8.299.229.

Namun kenyataannya, gaji yang diterima jurnalis berkisar dari paling rendah Rp 2 juta hingga paling tinggi sekitar Rp 8 juta/bulan.

Survei ini melibatkan 97 responden jurnalis pemula dari 51 perusahaan media (terbanyak media daring) dengan masa kerja 0-3 tahun di area kerja Jabodetabek pada Februari 2023. Dari jumlah itu, ada 43 responden jurnalis dengan gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023. Bahkan, ada satu jurnalis di media daring menjawab upah dibayar sesuai pageview.

Menurut Irsyan, secara umum, jurnalis pemula ini pasrah saja dengan kondisi kerja dan upah yang jauh dari kebutuhan hidup. Padahal, ada jurnalis dengan jam kerja lebih dari 8 jam/hari, tanpa ada upah lembur.

”Terkait perhitungan beban kerja dan pendapatan yang sesuai kebutuhan hidup di Jakarta saat ini, sebanyak 86 menjawab tidak layak. Hanya enam yang menjawab sudah layak, dan sisanya tidak tahu.” kata Irsyan.

Meski jurnalis memiliki beban kerja yang panjang dan fleksibel, masih banyak jurnalis yang belum mendapatkan fasilitas kesehatan mental dan pemulihan trauma. Demikian juga untuk asuransi, lebih banyak ditanggung pribadi dan keluarga. Padahal, jurnalis rawan mengalami tindak kekerasan. Bahkan, ada yang tidak didaftarkan kepesertaan BPJS Kesehatan dan dan Ketenagakerjaan.

Program Officer pada Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jakarta Lusiani Julia mengatakan, pekerjaan sebagai jurnalis yang seharusnya membutuhkan pendidikan dan kompetensi seharusnya dibayar dengan layak. ”Namun, dari paparan survei upah yang dilakukan secara regular ini, tentunya jadi bertanya-tanya. Kok, kayaknya jurnalis terpojok menerima upah. Apa tidak ada negoisiasi?” ujar Lusiani.

Lusiani juga menyoroti jam kerja jurnalis yang lebih panjang, tetapi tidak berbanding lurus dengan upah yang diterima. Padahal, pekerja pabrik saja justru mendapat upah yang banyak jika banyak lembur.

Menurut Lusiani, pihaknya tidak hanya melihat kesejahteraan jurnalis yang rendah dari sisi kepentingn pekerja. Yang perlu didorong adalah perundingan bersama dari manajemen perusahaan dan pekerja untuk melihat kemampuan pengupahan. ”Untuk memastikan pekerja media dapat gaji sesuai standar, ILO mengadvokasi kebijakan upah kepada pemerintah yang lebih adil dan membuat kebijakan berdasarkan bukti. Pemerintah bisa menetapkan upah secara lebih empiris,” ujar Lusiani.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, pengupahan jurnalis dan karyawan media sebenarnya mengikuti aturan Dewan Pers sebagai prasyarat lolos administrasi. Perusahaan media sanggup memberikan upah layak bagi pegawai, minimal setara UMP. Ketika perusahaan media diverifikasi, selain punya kantor, harus mampu membayar gaji. Meskipun sudah disepakati untuk media minimal 10 orang, ada saja permintaan untuk mengurangi ketentuan tersebut. Ninik tidak menampik ada perusahaan media yang ”nakal” dan Dewan Pers akan menjatuhkan sanksi.

Menurut Ninik, kalau pengupahan UMP sebenarnya sudah tidak layak. ”Bahkan di daerah, hampir rata-rata tidak sanggup membayar sesuai UMP. Di satu sisi bicara tentang hak, di sisi lain tentang media berkelanjutan,” kata Ninik.

”Tentang upah untuk jurnalis ini, minimal setara UMP. Kami belum berani menetapkan lebih tinggi dari UMP. Sebab, Dewan Pers tidak bisa sendiri dan menyesuaikan juga dengan konstituen,” kata Ninik. (c-hu)