Tayu, Clakclik.com—Hutan mangrove di pesisir pantai memiliki fungsi penting bagi kehiduan ekosistem pantai dan sosial ekonomi masyarakat pesisir; termasuk perlindungan dari ancaman bencana. Oleh karena itu bagi yang merusak ancamannya sangat berat.
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah),” begitu bunyi tulisa di sejumlah papan informasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati yang dipasang di pesisir masuk Desa Keboromo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang ditemui Clakclik.com, Senin (12/7/2021).
Pidana tersebut berlaku bagi siapa saja yang menebang, merusak mangrove dan membuka tambak baru di kawasan lindung pesisir.
Nelayan bersama perahunya sedang melintasi hutan mangrove Sungai Tayu turut Desa Keboromo dan Samboroto, Kec. Tayu, Pati, Jateng, Senin (12/7/2021) / Foto: Clakclik.com
Kebijakan tersebut diatur dalam Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pasal 73 ayat (1) huruf b yang berbunyi: setiap orang dilarang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan pemukiman, dan / atau kegiatan lain.
Menurut nelayan rajungan Desa Keboromo Fuad, keberadaan hutang mangrove di wilayahnya juga berfungsi sebagai tempat berkembang biak rajungan dan sejumlah ikan.
Sebuah papan berisi ancaman bagi pengrusak mangrove terpasang di kawasan pesisir Desa Keboromo, Kec. Tayu, Pati, Jateng, Senin (12/7/2021) / Foto: Clakclik.com
Oleh karena itu, nelayan Desa Keboromo yang merupakan spesialis nelayan rajungan berharap aturan yang tertulis di papan tersebut tidak hanya berhenti dalam tulisan saja, namun juga dilakukan penegakan secara sungguh-sungguh.
“Semoga tidak hanya berhenti di plang saja, namun dilaksanakan pemantauan di lapangan dan penegakan aturan bagi siapapun yang melanggar,” harap Fuad. (c-hu)