Clakclik.com, 28 Oktober 2019—Publikasi Nature’s Scientific Reports, Kamis (24/10/2019) atas penelitian yang dilakukan Guiyan Ni dari University of South Australia menyebutkan bahwa risiko genetik attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak-anak sangat terkait dengan usia ibu pada awal kelahiran pertama, khususnya untuk perempuan di bawah 20 tahun.
ADHD merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan berdampak terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol diri. Gangguan ini ditandai dengan perilaku lalai, impulsif, dan terkadang hiperaktif yang persisten, sulit untuk fokus dan berkonsentrasi, serta mengatur emosi mereka. Di beberapa negara, seperti Australia, ADHD terjadi pada satu dari 20 orang.
Peneliti UniSA, Associate Professor Hong Lee, yang terlibat dalam kajian, mengatakan, temuan ini dapat membantu meningkatkan kesehatan reproduksi pada perempuan dan pada akhirnya juga untuk anak-anak mereka. ”Ibu muda memiliki tantangan, terutama karena mereka harus menjadi orangtua saat mereka belum siap,” kata Lee.
Dalam penelitian Titis Hadiati dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, yang dimuat di Journal of Nutrition and Health Vol 6 No 1 tahun 2018 disebutkan, angka prevalensi ADHD di dunia sebesar 2 persen hingga 9,5 persen dari semua anak usia sekolah.
Meskipun kajian ini membuktikan adanya kaitan antara ADHD dan ibu yang melahirkan di usia muda, penting untuk dipahami bahwa belum tentu hubungan sebab akibat. ADHD adalah kelainan yang diwariskan sehingga berarti seorang ibu muda mungkin juga memiliki gen yang memengaruhi risiko ADHD yang kemudian diwarisi oleh anaknya. (c-hu)