16
Mon, Sep

Jatam: Kelola Tambang Tak Hanya Soal Keuntungan Besar

Illustrasi / Istimewa

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com 1 Agustus 2024--Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah akhirnya kompak menerima tawaran pengelolaan tambang batubara dari pemerintah. Kendati pengelolaan tambangnya diklaim bakal ramah lingkungan, Jaringan Advokasi Tambang menilai dampak pada lingkungan dan masyarakat lokal tak terhindarkan.

 

Koordinator Nasional, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, Rabu (31/7/2024), menilai, diterimanya tawaran izin tambang oleh ormas keagamaan ditengarai terkait dengan hasrat akan keuntungan besar. Padahal, industri tambang berpotensi memiliki daya rusak yang signifikan.

Menurut Melky, langkah PBNU dan PP Muhammadiyah menerima konsesi tambang dari pemerintahan Jokowi (Presiden Joko Widodo) menunjukkan pragmatisme tidak hanya diidap elite politik dan partai politik. Namun, juga telah melekat dalam tubuh organisasi keagamaan. ”Pragmatisme itu terkait hasrat mendapat keuntungan besar dari bisnis tambang yang berdaya rusak,” kata Melky.

Jatam, imbuh Melky, meyakini ormas-ormas keagamaan tersebut tahu betul akan model kerja tambang yang berpotensi koruptif dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Di samping itu, pengelolaannya berpotensi mencemari sumber air, udara, dan ruang laut, merusak kawasan hutan, memicu bencana, serta menyebabkan lubang-lubang tambang beracun. Namun, hasrat keuntungan ekonomi seakan membuat hal-hal itu terabaikan.

”Dengan demikian, pilihan kedua ormas keagamaan ini secara tidak langsung juga mengafirmasi kepada publik jika mereka sudah dalam satu barisan yang sama dengan elite politik yang rakus dan tamak serta oligarki tambang. Sementara bagi rezim yang telah berkuasa, Jatam menilai politik obral kekayaan alam memang menjadi langgam utama dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan,” katanya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menuturkan, pemanfaatan batubara ke depan diperkirakan bakal berkurang seiring transisi energi. Sejumlah negara maju pun terus mengembangkan energi terbarukan secara masif dan perlahan bakal mengurangi batubara, yang berpotensi membuat harga komoditas tersebut jatuh.

”Hal ini semestinya diwaspadai dan diantisipasi ormas-ormas keagamaan yang menerima tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah. Jadi, harus tuntas di studi kelayakan di awalnya. Jangan sampai, berharap untung, tetapi malah menjadi buntung,” kata Bisman.

Privilese penawaran izin usaha pertambangan khusus (IUPK) oleh pemerintah kepada ormas keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara. Ormas keagamaan diprioritaskan sebagai penerima penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B).

Diterimanya tawaran privilese izin tambang oleh PBNU dan PP Muhammadiyah mengundang ketertarikan ormas lain. Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), misalnya, yang pada Rabu (31/7) di Jakarta, bertemu Presiden Joko Widodo. Pihak BKPRMI ingin melihat bagaimana NU dan Muhammadiyah mengelolanya. Mereka juga telah melakukan kajian internal akan hal itu. (Kompas.id, 31/7)

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) konsisten sama-sama menyatakan tidak akan menerima tawaran pemerintah akan privilese izin tambang untuk ormas keagamaan. Alasannya, sebagai lembaga keagamaan, bidang-bidang teknis, termasuk industri pertambangan, bukanlah wilayah yang diurusi keduanya. (c-hu)