22
Fri, Nov

Enceng Gondok Sungai Juwana; Bikin Repot Nelayan Tradisional, Biang Sedimentasi dan Pendangkalan

Ilustrasi / Clakclik.com

Cerita
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Pati, Clakclik.com—Bagi nelayan tradisional Sungai Juwana, keberadaan tumbuhan air enceng gondok adalah ancaman serius. Selain itu, enceng gondok juga ditengarai menjadi penyebab utama sedimentasi dan pendangkalan di Sungai Juwana.

Munandirin (44 tahun) seorang nelayan tradisional yang juga pengurus Kelompok Nelayan Sejahtera Desa Bumirejo, Juwana , menceritakan bahwa saat mendekati musim kemarau seperti saat ini, enceng gondok membanjiri hilir Sungai Juwana dan sangat mengganggu nelayan tradisional.

“Saat seperti sekarang ini, kalau tidak bawa kipas atau baling-baling dobel, kami nggak berani berangkat melaut. Bisa-bisa kami balik ditengah jalan karena tersangkut enceng gondok,” kata Munandirin, Senin (29/6/2020).

Tumbuhan Enceng Gondok membanjiri Sungai Juwana saat memasuki musim kemarau, Minggu (28/6/2020) / Clakclik.com

Selain mengganggu nelayan tradisional, enceng gondok juga salah satu penyebab utama sedimentasi dan pendangkalan sungai.

Joko Pramono, salah seorang pengurus Jampisawan mengatakan bahwa saat memasuki musim kemarau seperti saat ini, di sejumlah titik di Sungai Juwana, enceng gondok menutupi setengah badan sungai dan membuat sampah yang terapung tertahan dan menyatu dengan enceng gondok. Akibatnya pendangkalan dan sedimintasi terjadi.

“Enceng gondok bercampur dengan sampah. Akhirnya membentuk gundukan-gundukan ditengah sungai seperti pulau. Yang ditepi sungai ya membuat sungai jadi daratan. Itu yang terjadi di wilayah kami; Sungai Juwana yang berada di sekitar Desa Sugiharjo,” kata Joko.

Dalam sejumlah literatur, enceng gondok merupakan tumbuhan air mengapung dengan nama ilmiah Eichhornia crassipes. Tumbuhan ini memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Enceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Pertumbuhannya 3% per hari.

Namun demikian, tumbuhan yang ditemukan pertama kali oleh ahli botani dari Jerman Carl Friedrich Philipp von Martius di Sungai Amazon Brazil tahun 1824 ini juga dikenal memiliki kandungan bahan organic pembuat kompos karena memiliki kandungan NPK yang cukup. Di sejumlah daerah di Indonesia, enceng gondok dimanfaatkan masyarakat untuk membuat pupuk organic, pakan ternak dan juga kerajinan. (c-hu)