Pati, Clakclik.com—Sudah lama, sampah di Sungai Juwana menjadi sorotan publik. Jampisawan; sebuah organisasi peduli Sungai Juwana di Kabupaten Pati bahkan pernah melakukan pemantauan khusus pada sejumlah jembatan yang membentang di Sungai Juwana yang menjadi lokasi favorit masyarakat untuk membuang sampah di sungai.
Hasilnya luar biasa, dalam satu hari di satu jembatan, tak kurang 50 orang membuang sampah ke Sungai Juwana melalui jembatan. Para pembuang sampah itu ada yang naik mobil, sepeda motor, becak dan sepeda onthel.
Di tengah sungai, kita sudah biasa melihat aneka barang rumah tangga mengapung; mulai dari bantal, kasur hingga sofa rusak.
Terlihat sampah mengapung di Sungai Juwana melintasi anco dan perahu warga yang sedang mencari ikan, Senin (15/6/2020) / Clakclik.com
Pengamatan Clakclik.com pada Senin (15/6/2020) menemukan sejumlah benda termasuk karung yang cukup besar mengapung ditengah sungai mengalir bersama enceng gondok.
Di muara sungai, tepatnya di kawasan mangrove, barang-barang itu nyangkut dan menumpuk. Padahal, kawasan mangrove merupakan rumah bagi ikan dan rajungan.
Saat kemarau tiba, debit air Sungai Juwana mengecil. Saat itulah biasanya warna air Sungai Juwana berubah; kadang hitam pekat, kadang berwarna merah dan bau. Meskipun tidak ada pihak yang tertarik melakukan cek kualitas air Sungai Juwana, indikasi pencemaran sudah sangat jelas.
Selain limbah rumah tangga, limbah sejumlah perusahaan yang banyak berdiri di tepi Sungai Juwana juga ditengarai menjadi penyebab pencemaran.
Longgarnya kebijakan pemerintah pada praktik pembuangan sampah dan limbah ke Sungai Juwana berpadu dengan perilaku buruk masyarakat dan perusahaan membuat Sungai Juwana menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah abadi.
Proyek pengerukan Sungai Juwana yang sudah sering dilakukan dan menghabiskan anggaran ratusan miliar menjadi kurang berarti karena setelah dikeruk, lalu disusul sedimentasi. (c-hu)