23
Sat, Nov

Angka Perceraian Tinggi Di Pati; Merantau Dan Medsos Ditengarai Jadi Faktor Utama

Ilustrasi/Clakclik.com

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Pati, Clakclik.com—Informasi tentang terjadinya ribuan kasus perceraian di Kabupaten Pati, Jawa Tengah menjadi perbincangan ramai di grup-grup media sosial warga Pati. Pasalnya, rata-rata mereka terkejut dengan jumlah yang begitu banyak.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, bahwa selama tahun 2019, tercatat ada 2.691 kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Pati. Dari jumlah tersebut sebagian besar sudah diputus dan sebagian masih dalam proses persidangan. Sedangkan untuk pelaku permohonan cerai didominasi oleh perempuan.

Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/732-selama-2019-ada-2-691-kasus-cerai-di-pati

Perantauan dan Medsos

Sudah dikenal sejak lama bahwa Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten dengan populasi perantau tinggi. Merantau hampir menjadi pilihan mayoritas anak-anak muda di perdesaan Pati. Merantau diyakini mampu merupah strata ekonomi disamping secara mudah dan cepat orang bisa mendapatkan pekerjaan.

“Meskipun tidak ada data yang pasti, masyarakat Pati merupakan salah satu masyarakat penjelajah diberbagai daerah; di Jawa maupun luar Jawa, di dalam negeri maupun luar negeri. Sayangnya, situasi ini sering tidak diimbangi oleh kesadaran tentang ketahanan keluarga,” Kata Nur Slamet, Warga Tambakromo.

Beberapa orang disalah satu grup whatsapp mengamini situasi ini. Mereka menceritakan di wilayahnya banyak kasus setelah sang suami atau sang istri merantau, lalu terjadi masalah dalam keluarga yang berujung pada cekcok dan perceraian.

Selain praktik merantau, media sosial (medsos) juga dianggap sebagai pemantik utama praktik perceraian. Pasalnya, keleluasaan membangun komunikasi di medsos, justru dimanfaatkan untuk hal yang negatif; diantaranya praktik perselingkuhan yang kemudian berdampak perceraian.

“Banyak masyarakat kita yang gagap menghadapi kemajuan jaman. Kecanggihan teknologi informasi justru disalahgunakan. Padahal kemajuan teknologi harusnya bisa mendukung masyarakat untuk menjadi lebih baik,” Tutur Ahmad Sholeh, Warga Kayen.

Ari Subekti, Pengelola Rumah Matahari, sebuah organisasi sosial yang bergerak dibidang pendampingan masyarakat mengatakan bahwa fenomena maraknya kasus perceraian tidak bisa hanya disikapi sebagai masalah biasa. Persoalan tingginya angka perceraian terkait erat dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat. Terlebih juga terkait dengan masa depan anak.

“Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga broken berpeluang mengalami perkembangan yang tidak normal; terutama terkait dengan perkembangan psikologisnya. Pemerintah harus turun tangan melakukan kajian dan mengembangkan program yang kontekstual untuk mengatasi persoalan tersebut,”  Katanya. (c-hu)