21
Thu, Nov

Janda Etik; Buruh Srabutan dengan Lansia dan Pasien Kusta, Butuh Uluran Tangan

Ibu Etik (50 tahun), warga Desa Kedungwinong, Sukolilo, saat ditemuai dirumahnya, Senin (7/10/2019)/Selamet Riyanto

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Sukolilo,Clakclik.com—Di Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, terdapat seorang janda bernama Etik (50 tahun), tinggal di rumah bambu berlantai tanah bersama dengan mertuanya; Sampi (72 tahun) yang sudah sakit-sakitan dan tak berdaya serta anak lelakinya Nuryanto (37 tahun) seorang pasien penyakit kusta.

Untuk mencukupi kebutuhan harian keluarganya, Etik bekerja sebagai buruh srabutan. Etik mengaku bahwa semenjak suaminya meninggal, ia menggantikan suaminya menjadi tulang punggung keluarga. Mertuanya yang sudah lansia saat ini sering sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit.

 “Selain harus mencari nafkah, saya harus merawat  dua orang. Mertua saya yang sudah lansia dan sakit-sakitan dan anak saya terkena penyakit kusta. Untuk merawat dua orang itu, saya sudah habiskan semua harta benda. Bahkan tanah dimana rumah kami berdiri ini juga sudah saya jual. Jadi kami ini statusnya numpang,,” Terang Etik saat ditemuai Clakclik.com, Senin (7/10/2019).

Sementara anaknya Nuryanto, selain terkena penyakit kusta juga mengalami gangguan mata karena kecelakaan waktu bekerja sebagai sopir truk. Nuryanto juga tidak bisa bekerja lagi. Bahkan karena kondisi itu, Nurmanto digugat cerai istrinya.

Etik yang tinggal di Rt: 01/002, Dukuh Banteng Urip Desa Kedungwinong ini bercerita bahwa mertua dan anaknya memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang bisa digunakan untuk berobat  gratis di puskesmas. Akan tetapi seringkali masalah kesehatan mertua dan anaknya tidak bisa ditangani ditingkat puskesmas dan harus dirujuk ke rumah sakit. Jika keadaan sangat gawat, kadang-kadang Etik tidak menggunakan KIS untuk mengakses layanan kesehatan keluarganya lantaran seringkali prosesnya rumit.  Saat ini untuk pengobatan kusta Nuryanto, ia harus menebus obat seharga Rp. 50.000,- setiap minggu.

“Kalau mertua saya masuk puskesmas, pelayanannya memang gratis, tapi oleh puskesmas dikasih resep obat dan harus di beli di apotik. Padahal harga obatnya mahal. Sementara anak saya yang kusta sudah saya berobatkan kemana-mana. Ke Jepara pernah, ke Surabaya juga pernah,” Jelas Etik.

Etik juga mengaku bahwa selama ini tidak pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Tiga tahun yang lalu Etik mengaku pernah mendapatkan kartu PKH (program keluarga harapan) atasnama mertuanya. Namun entah kenapa belum sampai ia menggunakan kartu itu untuk mengakses bantuan, kartu tersebut ditarik kembali oleh petugas.

“Kami tidak jadi dapat bantuan. Suratnya saya kembalikan, wong diminta,” Kata Etik.

Saat ini, Etik berharap kepada pemerintah agar diperhatikan nasibnya. Ia mengaku sudah tidak punya harta benda lagi yang bisa diandalkan untuk menghidupi dan merawat mertua dan anaknya itu. (c-hu)