18
Sat, May

Desa Pulorejo; Kampung Anyaman Bambu yang Terancam Punah

Sumiyati (59 tahun) sedang menganyam dunak di teras rumahnya di Desa Pulorejo, Sabtu (5/10/2019)/Clakclik.com

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Pati, Clakclik.com—Tidak keliru jika Desa Pulorejo yang berada di Kecamatan Winong Kabupaten Pati dijuluki sebagai kampung  anyaman.  Saat kita memasuki Desa Pulorejo dan berjalan menyusuri gang-gang desa, kita bisa melihat banyak warga yang berkumpul dan duduk diteras rumah sambil menganyam.

Di desa yang berada di perbatasan antara Kecamatan Winong dan Jakenan ini terdapat puluhan warga yang memiliki kemampuan dan usaha anyaman berbahan baku bambu. Tak hanya menganyam, sebagian mereka juga berprofesi sebagai pengepul. Ada juga yang menganyam sekaligus pengepul. Wajar jika di beberapa titik desa ini kita bisa menjumpai toko-toko yang khusus menjual barang berbahan baku bambu; baik berupa anyaman maupun yang lainnya.

Menurut  Sumiyati (59 tahun), kerajinan menganyam bambu di Pulorejo sudah berjalan turun-temurun. Ia mengaku bisa menganyam dari ibu-nya yang saat ini berumur hampir 90 tahun yang juga masih aktif menganyam.  Saat Clakclik.com berkunjung dirumahnya, Sabtu (6/10/2019), Sumiyati bersama dengan ibunya sedang sibuk menganyam dunak.

“ Kalau di Dukuh Blebak ini rata-rata menganyam dunak dan sapu. Dukuh lainnya, ada yang menganyam kukusan, kalo, ilir, dunak jumbo, tampah, tompo, besek, dan lain-lain,” Ujar Sumiyati sembari  tangannya lincah menganyam.

Desa Pulorejo terdiri dari 5 dukuh; yakni Dukuh Blibak, Bingung, Bileng, Ngrowo, Puluan. Masing-masing dukuh memiliki produk kerajinan anyaman yang berbeda-beda. Dukuh Blibak fokus pada produk anyaman dunak dan sapu, sementara Dukuh Bingung memproduksi kalo, kukusan dan ilir. Dukuh Puluan memproduksi tampah, sedangkan Dukuh Ngrowo produsen dunak jumbo dan besek. Untuk Dukuh Bileng banyak yang memproduksi besek, tambir, tompo dan ilir.

Hasil kerajinan produksi Desa Pulorejo biasanya dijual di pasar-pasar tradisional di sekitar Pati, Kudus, Jepara, Rembang hingga Jawa Timur dan Jawa Barat. Oleh beberapa pengepul juga dijual secara keliling ke desa-desa. Ada yang menggunakan sepeda onthel, sepeda motor hingga mobil bak terbuka.

Namun demikian, beberapa penganyam mulai mengeluh soal semakin berkurangnya pembeli. Hal ini disebabkan membanjirnya barang-barang produk plastik yang sudah merajalela. Rata-rata para penganyam sudah mengurangi produksinya. Bahkan beberapa penganyam ada yang hanya melayani pesanan. Jenis anyaman tertentu juga sudah mulai ditinggalkan karena tidak ada lagi yang memesan.

“Kalau sudah tidak ada lagi yang memesan, ya tidak dibuat. Kalau sudah tidak dibuat, akhirnya lupa. Seperti caping lebar yang biasa dipakai orang untuk mincing, dulu disini banyak yang bisa membuat. Tapi karena minim pembeli, sekarang sudah tidak ada yang membuat. Bahkan mungkin sudah tidak ada yang bisa membuat lagi. Tidak hanya itu, saat ini orang-orang desa kami yang bisa menganyam juga sudah mulai berkurang. Ada yang meninggal dunia, ada yang merantau. Sedangkan anak-anak muda sudah tidak berminat lagi” Ujar Ngapinah, nenek 87 tahun yang masih cekatan menganyam. (c-hu)