Clakclik.com, 3 Desember 2021—Agar mencapai kemajuan dan kemandirian ekonomi, warga Nahdlatul Ulama didorong mengembangkan semangat kewirausahaan atau entrepreneurship. Selain itu, diperlukan pula dukungan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan usaha kecil untuk dapat menciptakan ekosistem yang lebih ramah bagi nahdliyin.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Muhammad Jusuf Kalla dalam diskusi bertajuk ”Gagasan Membangun Kemandirian Ekonomi Nahdliyin” yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa, Kamis (2/12/2021), di Jakarta, mengatakan, jiwa kewirausahaan itu penting karena semua organisasi Islam di Tanah Air didirikan oleh kalangan pedagang atau saudagar. Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan perkembangan dari Nahdlatut Tujjar, 1918, juga merupakan organisasi yang embrionya dibangun oleh kalangan pedagang.
”Nahdlatut Tujjar yang didirikan pada tahun 1918, atau delapan tahun sebelum NU, didirikan oleh saudagar. Demikian pula Sarikat Islam, yang mulanya Sarikat Dagang Islam, yang akhirnya menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), itu juga didirikan oleh saudagar. Begitu juga dengan Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan, yang juga seorang pengusaha batik,” katanya yang hadir bersama narasumber lainnya, yakni mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, Direktur INFID Sugeng Bahagijo, dan penulis buku Nahdlatut Tujjar, Addin Jauharuddin.
Kalla menekankan, tradisi kewirausahaan di tubuh umat Islam, bahkan berakar sejak era Nabi Muhammad SAW. Sebelum menjadi Rasul, selama 27 tahun, Muhammad adalah seorang pedagang. Mula-mula, ia mengembangkan usaha dagang bersama pamannya, dan kemudian bersama Siti Khadijah, yang kemudian menjadi istrinya.
”Nabi Muhammad ketika menjadi Rasul, usia 40-an hingga 63 tahun. Artinya, lebih lama menjadi pedagang. Jadi, sebenarnya, alhamdulillah, para pendiri organisasi Islam di Tanah Air ini mengikuti semua teladan kehidupan Rasullulah,” katanya.
Sementara itu, Rizal Ramli mengatakan, tata kelola perekonomian harus dikembalikan agar sesuai dengan konstitusi. Keberpihakan pemerintah terhadap nilai-nilai ekonomi yang diatur dalam konstitusi itu penting supaya ekonomi Indonesia tidak timpang dan menguntungkan segelintir pihak.
Rizal antara lain mencontohkan kenaikan harga minyak goreng di era Presiden KH Abdurrahman Wahid yang berhasil diatasi dengan sikap tegas terhadap para pengusaha kelapa sawit. ”Saya katakan kepada mereka agar mereka tidak greedy (rakus) ketika mereka menikmati keuntungan dengan harga sawit dunia yang naik. Jangan kemudian mereka mempermainkan suplai di dalam negeri juga sehingga harga minyak naik,” katanya.
Sugeng Bahagijo mengatakan, untuk meningkatkan kesejahteraan nahdliyin, keadaan usaha atau perekonomian harus lebih ramah kepada warga nahdliyin. Mereka harus mendapatkan kesempatan melakukan mobilitas sosial. Mobilitas ini tidak terbatas pada akses pada perbankan dan penciptaan usaha, tetapi juga kesempatan untuk berprofesi di dalam dan di luar pemerintahan.
”Lompatan SDM harus terjadi. Masalah SDM dan teknologi yang membuat kita tidak bisa upgrade secepat yang kita inginkan,” katanya.
Menilik pada Nahdlatut Tujjar, Addin mengatakan, sejak abad ke-19, KH Hasyim Asyari telah menekankan perlunya pembentukan badan-badan usaha otonom di setiap daerah. Hal ini menunjukkan kesadaran zaman tentang tantangan ekonomi di masa depan. Para ulama yang juga pengusaha di masa lalu telah dapat menilai perlunya jaringan usaha dibangun di kalangan umat.
Namun, semangat pendirian badan usaha otonom itu rupanya tidak lagi mekar di saat sekarang. Persoalannya, menurut Addin, ialah pada pola pikir nadhliyin. Masih ada ketakutan untuk berutang dan lemahnya dalam pengelolaan manajemen aset. Kekhawatiran dalam mengelola ekonomi ini harus diatasi kalangan nahdliyin.
Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara menyambut Muktamar NU dan persiapan 100 tahun NU. Berbagai diskusi akan terus digelar oleh PKB dalam dua momen tersebut.
Sebagai anak kandung NU, kata Muhaimin, PKB juga harus ikut memikirkan keberlangsung dan kebaikan NU serta kontribusinya bagi nusa dan bangsa. ”Diskusi ini adalah pembuka serangkaian diskusi panjang kita untuk menyiapkan 100 tahun kedua NU karena PKB tidak bisa lepas dari kontribusi dan pemikiran serta ikhtiar kita membawa NU semakin bermanfaat, bermaslahat, dan punya peran bagi nusa dan bangsa,” ujarnya. (c-hu)