22
Fri, Nov

Kebenaran, Kejujuran, dan Keadilan Sebagai Tujuan Pendidikan

Dok. Clakclik.com

Opini
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Seorang anak yang duduk di bangku kelas V sekolah dasar menangis, menjerit dan memberontak sebagai bentuk protes karena peringkatnya turun. Padahal sejak kelas satu hingga kelas IV dia selalu juara kelas. Namun pembalajaran daring akibat Covid-19 membuat anak yang peringkatnya jauh di bawahnya menjadi juara kelas. Selidik punya selidik ternyata si anak yang dinobatkan juara kelas V saat ujian, bapaknya yang mengerjakan semua soal dan juga tugas-tugas dari sekolah.

Tangisan anak sebagai protes atas ketidakjujuran, kebenaran, dan keadilan merupakan persoalan jiwa yang pada akhirnya dapat mengarah pada minderwaardigheids (habis jiwanya). Jika jiwa tidak sehat maka akan berpengaruh pada tubuh juga. Minimal orang yang kejiwaannya seimbang dan cerah, tidak terlalu peduli akan penyakit badan, dan selalu hidup gembira dan bersemangat.

Maka kalau hidup seseorang tidak cerah mungkin hampir pasti ada yang tidak beres dalam jiwanya. Jiwa yang kuat dan sehat mengarahkan seseorang pada tindakan jujur, adil, berbelas kasih, punya integritas, pelopor perdamaian, dan mencintai kehidupan. Semuanya ini hampir pasti dimulai dari pendidikan keluarga.

Si anak yang mendapat nilai hebat, tetapi bukan karena usahanya akan tumbuh menjadi manusia liar tindakannya dan tidak akan punya integritas. Manusia seperti itu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara.

Jadi secara positif orangtua yang ingin membimbing anak menghadapi dunia persekolahan harus tegas, yang dapat dan perlu dituntut harus dituntut. Anak pintar yang malas belajar jangan dibiarkan malas. Kalau tetap malas, orangtua harus berani menghubungi seorang ahli bimbingan dan konseling guna mengetahui ada masalah apa pada anak. Jangan malah orangtua yang mengambil alih tugas dan ujian anak.

Seharusnya setiap orangtua harus memikirkan apa yang sebaiknya diberikan kepada anak-anak untuk berkembang menjadi pribadi-pribadi tangguh, berwatak, dan mandiri. Dalam pendidikan dasar setiap orangtua harus punya nada dasar dalam mendidik anak, yakni kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Kalau tidak perlu, tak perlu ada interfere (campur tangan) pada kehidupan pribadi anak-anak.

Agar anak dapat melewati masa ini dengan baik dan benar sejak dini perlu diajarkan nilai-nilai etika secara tegas dan konsisten seperti misalnya jujur, bertanggung jawab, disiplin, mencintai kebenaran, membela keadilan, dan berbuat kasih, serta tidak mencari kepentingan sendiri. Orangtua perlu mendidik anak-anak dengan disiplin dan diajari tanggung jawab.

Maksud pendidikan ini bukan untuk membangun ketakutan anak pada orangtua melainkan kepatuhan anak terhadap rasa tanggungjawab, disiplin, dan kerajinan. Orangtua juga harus mendidik tinggi-tinggi cita-cita luhur bagi sang anak yaitu anak ini harus menjadi anak kebenaran, anak-anak kasih, beriman, rela berkorban, pemberani dalam membela keadilan.

"Veritas", "Probitas", dan "Iustitia"

Pendidikan itu berbeda dengan persekolahan. Memang tidak selalu dua yang bertentangan. Namun dua benda ini memang harus dibedakan karena banyak orang dibingungkan oleh keduanya. Banyak orang beranggapan dia sedang menerangkan topik pendidikan, ternyata yang dimaksud adalah sekolah atau persekolahan.

Pendidikan adalah substansi dan isi pengetahuan sementara persekolahan adalah sistem, sarana, dan gedung. Cukup sering sarana memberikan bantuan. Tetapi dalam beberapa dekade ini, dalam banyak kasus, sekolah dengan segala sepatu, buku, administrasi, uang gedung, ijazah, dan masih banyak aksesori lain lebih banyak mengganggu pendidikan daripada membantu.

Tujuan utama pendidikan adalah untuk menyingkapkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan (veritas, probitas, dan iustitia) serta untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan (the darkness of error) dan berhala (idolatry). Untuk mendapatkan pendidikan yang benar dan baik bagi anak bangsa maka yang pertama yang mesti diperhatikan adalah pendidikan dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah.

Inilah urutan yang benar dan dengan urutan ini untuk menghapus anggapan keliru tentang persekolahan yang seakan-akan mereka mampu mengatasi dan menangani berbagai hal yang muncul dalam pendidikan anak. Biarlah sekolah hanya fokus pada tugas utama, yaitu mendidik melalui pengajaran. Sekolah harus berani turun takhta dari satu-satunya pendidik menjadi pembantu utama orangtua dan masyarakat dalam melaksanakan tugas mendidik generasi baru.

Kemudian para calon pendidik harus bermental pendidik. Persiapan itu penting agar mereka pantas dan layak sebagai guru. Kelayakan dan kepantasan sangat diperlukan mengingat tugas guru memiliki ukuran multi dimensional yang sangat kompleks terkait dengan penyiapan generasi penerus yang lebih baik dalam segala hal.

Ketidaklayakan guru dapat berakibat terjadinya kecacatan dalam proses pembentukan pola pikir, pengasahan mata hati dan perilaku sosial dari peserta didik. Hal ini akan menjadi beban berat baik bagi diri peserta didik maupun bagi masyarakat. Sebagai jembatan ke masa depan, guru harus memastikan bahwa bahwa peserta didiknya adalah jembatan bagi masa depan mereka menuju ke masa depan berikutnya.

Pendidikan dan pengajaran membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat; melalu pengajaran para pendidik anak mencapai kematangan baik intelektual maupun emosional untuk dapat menempuh studi akademis atau profesional.

Teras dari kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telah terbentuk. Mampu menilai kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa oleh perasaan. Dapat menjadi orang yang berkomitmen dan berani melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini hanya mungkin kalau tercipta relasi yang baik antara pendidik dan anak didik.

Relasi guru dan murid dapat ditinjau dari berbagai segi. Menurut Earl V Pullias dan James D Young dalam bukunya A Teacher Is Many Things, hubungan itu sebaiknya adalah hubungan saling percaya. Murid percaya dan hormat pada gurunya karena mereka yakin guru mempunyai budi dan pengetahuan yang jauh lebih tinggi dari mereka, sebaliknya guru pun percaya bahwa muridnya mempunyai kemampuan untuk menyerap dan meyakini apa yang diajarkan ibarat seorang ibu menuntun anaknya yang baru pandai berjalan.

Di bawah naungan guru yang berwibawa murid merasa aman seperti anak ayam merasa nyaman di bawah sayap induknya. Karena itu guru perlu menyadari bahwa sebagai manusia, murid mempunyai potensi untuk berbagai kemungkinan. Murid belum tentu menyadari potensi yang mereka miliki. Gurulah sebagai penilai yang memberi penilaian kepada murid, bukan untuk mengadilinya.

Guru harus bertindak adil dan hati-hati untuk membantu murid menyadari apa yang telah dicapainya dan apa yang belum. Penilaian yang tepat hanya bisa didapat dalam dan melalui relasi yang baik, mendalam dan terukur. Karena itu dalam konteks pendidikan mesti disadari bahwa guru harus mampu mengembangkan kemampuan akal budi peserta didik untuk sampai pada kebenaran.

Peran guru sebagai pendidik dalam dunia pendidikan dapat dianalogikan seperti jantung bagi manusia. Jantung merupakan salah satu organ yang paling penting bagi manusia karena diperlukan untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh mendapatkan oksigen dan sari makanan yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Guru harus memompakan semangat kepada peserta didik agar mereka memiliki kualifikasi ilmu dan akhirnya menjadi manusia berpendidikan.

Manusia berpendidikan dengan sendirinya akan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi kesulitan, merealisasikan diri, dan menyesuaikan hidup dengan kehendak Sang pencipta. Manusia atau seseorang akan terbentuk oleh pendidikan yang dia peroleh.

Pendidikan memudahkan dia mendapat pekerjaan maka atas dasar inilah kerja menjadi bagian budaya. Sedangkan nilai kerja membuat manusia survive dalam dunia yang menantang. Orang harus bekerja untuk memenangkan perjuangan dalam hidup keseharianya.

Untuk menggapai pendidikan yang baik, orang mesti dilatih teratur dalam bentuk disiplin sama dengan orang, apabila ia ingin hidup maka jantungnya harus dijaga dengan dengan baik. Jantung yang terjaga dengan baik didapat melalui latihan dan kemauan untuk hidup dalam disiplin misalnya makan teratur, olahraga, istirahat, dan berelasi secara sehat dengan sesama. Orang yang sehat jantungnya akan membuat dia dapat melakukan segala bentuk aktivitas. Sebaliknya orang yang jantungnya sakit membutuhkan biaya sangat besar dan perawatan intensif serta akan mengurangi produktivitas.

Dengan disiplin yang baik dalam pendidikan maka akan tercipta manusia berkarakter. Untuk itu perlu sejak awal dalam pendidikan perlu menyadarkan setiap anak didik bahwa dirinya harus menjadi pribadi yang berdaya guna karena memiliki pengetahuan, berempati kepada sesama manusia dalam bentuk tugas dan pekerjaan apapun yang dia ampu kelak serta memiliki kesadaran moral berupa intengritas yang tinggi.

Menurut Ernest Hull, seorang Jesuit pendidik dari abad lalu, pembentukan karakter dimulai dengan “tujuan yang hendak dicapai.” Menurut Ernest Hull akal budi di satu sisi adalah tanda kemuliaan Allah, tetapi sekaligus potensial menjadi sumber penderitaan manusia yang tak terperikan. Karena itu manusia melalui pendidikan perlu menebus budi namun tidak menggusurnya. Manusia perlu memerangi kejahatan yang disebabkan akal budi memalui pendidikan karakter.

Untuk itu guru perlu berfantasi, membayangkan karakter yang hendak dibangun pada siswa. Agar berkarakter maka setiap anak didik perlu didorong untuk disiplin, dikondisikan untuk tidak mencontek, bermental juara, dan bahkan jiwa seni mereka pun perlu dikembangkan. Pendidikan karakter adalah bagian integral upaya mendampingi peserta didik untuk mengembangkan potensi manusiawi mereka. Maka tanggung jawab sekolah adalah membantu peserta didik untuk mengubah potensi manusiawi menjadi tindakan konkret.

Pendidikan karakter ini juga untuk memberikan visi etis kepada peserta didik. Visi etis diharapkan menempatkan diri mereka pada horizon yang lebih luas. Pendidikan yang mengabaikan pembentukan visi etis dikhawatirkan hanya akan menjadi proses pemindahan pengetahuan yang tidak berakar berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan karakter dengan demikian diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang semakin manusiawi yang mengagunkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Elias Situmorang, Direktur Rumah Pendidikan Fransiskan, Nagahuta-Simalungun, Sumatera Utara

Artikel asli disini: https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/21/kebenaran-kejujuran-dan-keadilan-sebagai-tujuan-pendidikan