Pucakwangi, Clakclik.com—Memanfaatkan jerami kering untuk pakan sapi bagi peternak sapi di Pucakwangi merupakan kebiasaan turun temurun yang sudah dijalankan puluhan tahun. Kebiasaan ini sekaligus menandai bahwa pola kebiasaan beternak sapi secara tradisional warga Pucakwangi belum berubah meskipun jenis sapi yang dipelihara sebagian berubah.
Jika puluhan tahun lalu belum ada trend ternak sapi jenis Brahma, Simental, dan lain-lain, saat ini sudah banyak peternak di Pucakwangi yang memelihara sapi jenis non lokal tersebut.
Menimbun jerami kering untuk cadangan pakan biasanya dilakukan oleh para peternak tradisional yang sekaligus merupakan petani gurem. Mereka memelihara ternak sebagai selingan bertani. Pada saat panen padi, mereka membawa pulang jerami hasil panennya untuk ditimbun sebagai cadangan pakan sapi.
Bagi peternak yang tidak menanam padi atau tidak memiliki lahan pertanian, mereka biasanya mendapatkan jerami dengan cara membantu memanen padi. Ada juga yang dengan cara barter atau menukar kotoran sapi untuk pupuk dengan jerami.
Kasmari (65 tahun) peternak sapi di Pucakwangi mengaku bahwa menimbun jerami adalah cara yang paling gampang untuk persediaan pakan sapi. Dikandangnya, Ia mengaku menyekat satu petak ruangan khusus untuk menaruh jerami.
“Jadi, ditaruh berdekatan dengan sapi di kandang. Kadang malah sapinya saya ikat didekat jerami. Jika lapar sapi langsung makan sendiri. Itu sudah kebiasaan kami turun temurun,” Terang Kasmari saat diwawancarai Clakclik.com, Senin (28/10/2019).
Meskipun saat ini sebagian peternak sapi sudah tidak memelihara sapi lokal, namun metode dan cara perawatan serta pemberian pakan masih menggunakan pola tradisional; yakni peternak menyiapkan jerami kering untuk pakan harian sapinya.
Bahkan di saat-saat tertentu seperti pada musim kemarau panjang atau pada puncak musim penghujan peternak biasanya hanya menyiapkan pakan jerami kering untuk sapinya. Pakan hijauan sama sekali tidak disediakan.
Pucakwangi merupakan satu kecamatan di Kabupaten Pati dengan basis ekonomi warganya adalah pertanian dan peternakan. Namun karena lahan pertaniannya merupakan pertanian tadah hujan, produksi pertanian menjadi kurang optimal.
Kerja bertani yang dijalani secara turun temurun oleh petani Pucakwangi juga membuat mereka miskin kreatifitas dan inovasi; terutama petani di sentra padi. Hal yang sama juga terjadi dalam praktik peternakan sapi. Rata-rata petani Pucakwangi beternak sapi untuk tabungan. Masih sebagian kecil peternak sapi di Pucakwangi yang beternak dalam rangka usaha peningkatan ekonomi dari sektor peternakan.
Fakta ini sesungguhnya tantangan bagi pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian untuk bisa memfasilitasi petani lebih kreatif dan inovatif dalam budi daya pertanian dan peternakan di Pucakwangi.
Tanpa ada usaha kearah itu, maka budidaya pertanian di Pucakwangi akan berangsur-angsur ditinggalkan masyarakat. (c-hu)