Pati, Clakclik.com—Peredaran minuman keras (miras) di Kabupaten Pati sudah cukup lama menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, peredaran miras di Pati sudah sampai di pelosok-pelosok desa. Model penjualannya pun terkesan terbuka.
Padahal, menurut Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati No. 22/2002 tentang Minuman Keras, pada Pasal 3 berbunyi : peredaran, penimbun dan penjualan minuman beralkohol wajib memiliki ijin Bupati.
Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pati, Imam Rifa’i mengatakan bahwa salah satu persoalan yang membuat peredaran miras di Pati tidak terkendali adalah soal sanksi yang terlalu ringan bagi pelanggar.
“Di Perda 22/2002, para pelanggar hanya diancam kurungan 3 hari, maksimal 3 bulan dan atau denda 300 ribu rupiah, maksimal 5 juta rupiah. Pengalaman kami mengikuti persidangan, rata-rata pelanggar; terutama penjual miras yang menyalahi aturan, diputus pengadilan dengan membayar denda rata-rata 1,5 juta rupiah hingga 2 juta rupiah,” Terang Rifa’i, Minggu (27/10/2019) kepada Clakclik.com.
Rifa’i menambahkan, bagi penjual miras, denda 2 juta itu sangat kecil. Karena omset mereka perbulan diperkirakan sampai puluhan juta rupiah. Denda yang sangat ringan tersebut berdampak pada tidak adanya efek jera bagi para pelaku.
Dalam dokumen rancangan Perda (Raperda) yang telah disiapkan Komisi A DPRD Pati yang didapatkan Clakclik.com, ditemukan beberapa perubahan. Diantaranya adalah perubahan judul Perda. Jika Perda 22/2002 tentang Minuman Keras, di Raperda yang sedang disiapkan tersebut tentang Minuman Beralkohol.
Hal lain yang ditemukan berbeda adalah soal ketentuan pidana. Pada rancangan ketentuan pidana di pasal 36 disebutkan bahwa pelaku usaha yang melakukan pelanggaran penjualan diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan dan atau denda paling banyak 50 juta, sedangkan orang yang mabuk ditempat umum diancam pidana kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda paing banyak 25 juta rupiah.
Laman Patinews.com beberapa hari lalu menurunkan berita bahwa proses kajian dalam menyiapkan revisi Perda tersebut, Komisi A DPRD Pati menggandeng pihak ketiga, yakni Universitas Negeri Semarang. Pertemuan pertama sudah dilakukan pada Kamis (17/10/2019) di Ruang Rapat Paripurna DPRD Pati. (c-hu)