22
Fri, Nov

Marak Lagi, Tambang Pakai Alat Berat dan Peledak di Sukolilo

Salah satu lokasi pertambangan di Sukolilo. Difoto pada Senin (7/10/2019)/Clakclik.com

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Sukolilo, Clakclik.com—Praktik pertambangan dengan menggunakan alat berat dan peledakan, kembali marak di Pegunungan Kendeng Utara wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hasil pemantauan lapangan Clakclik.com, sebaran praktik pertambangan dengan alat berat itu berada di Desa Kedungwinong, Gadudero dan Wegil.

Selain itu, pertambangan manual ditemukan hampir di semua desa di Kecamatan Sukolilo yang berada di kawasan pegunungan. Diantaranya di Desa Sukolilo, Prawoto, Wegil, Porangparing, Kedumulyo dan beberapa lainnya.

Selamet Riyanto, warga Desa Sukolilo mengaku khawatir dengan maraknya praktik pertambangan tersebut. Kekhawatirannya itu terkait dengan persoalan bencana banjir bandang dan longsor yang sekitar lima tahun terakhir sering terjadi di Sukolilo.

“Saat ini sudah mendekati musim penghujan. Beberapa tahun terakhir, Sukolilo menjadi kawasan langganan banjir bandang dan longsor. Korban nyawa dan harta benda sudah terjadi. Saya khawatir jika kerusakan lingkungan makin parah, bencana longsor dan banjir bandang juga semakin dahsyat. Yang jadi korban ya saudara-saudara kami disini,” Kata Selamet, Senin (7/10/2019) saat ditemui Clakclik.com dirumahnya.

Selain persoalan ancaman bencana, kawasan Pegunungan Kendeng Utara di Sukolilo merupakan salah satu kawasan yang sudah sejak tahun 2006 menjadi kawasan sengketa antara masyarakat peduli lingkungan dengan perusahaan semen dan para pendukungnya.

Atas terjadinya pro-kontra yang berkepanjangan itu pula, ada banyak kajian dan produk kebijakan yang memiliki fokus pada kawasan tersebut; diantaranya adalah Perda RTRW Kabupaten Pati, Perda RTRW Propinsi Jawa Tengah, Kepmen ESDM tentang Kawasan Karst Sukolilo dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kendeng.

Namun, persoalannya adalah semua produk kajian dan kebijakan tersebut tidak tersampaikan kepada masyarakat  serta tanpa monitoring dan penegakan aturannya. Walhasil, semua kajian dan kebijakan itu hanya menjadi dokumen mati dan tidak berfungsi.

Heri Sasmito Wibowo dari Yayasan SHEEP Indonesia (YSI) Jogjakarta mengatakan bahwa pada bulan Januari 2018, pihaknya pernah memfasilitasi pertemuan antara kelompok Ahli Waris Kendeng (AWK); sebuah perkumpulan warga kendeng yang peduli lingkungan dengan pihak Dinas ESDM Jawa Tengah.

“Saat itu bahkan ada kesepakatan untuk joint monitoring atau monitoring bersama antara pihak Dinas ESDM Jateng dan perwakilan warga. Namun seingat saya hal itu belum pernah dilaksanakan,” Ujar Heri saat dikonfirmasi Clakclik.com, Rabu (9/10/2019). (c-hu)