21
Thu, Nov

Bulog Temukan E-Warong Siluman dan Mafia BPNT

Bulog Temukan E-Warong Siluman dan Mafia BPNT

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

JAKARTA, 23 September 2019 – Perum Bulog melaporkan ada sekitar 300 e-warong yang diduga “siluman” yang digunakan sebagai wadah penyaluran bantuan pangan nontunai. Hal itu menunjukkan bantuan pangan nontunai bagi masyarakat miskin belum lepas dari mafia pangan.

Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Budi Waseso menyampaikan hal itu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/9/2019). Hal itu terungkap dari temuan tim independen yang telah melakukan investigasi beberapa bulan terkahir.

Budi mengatakan, tim independen yang masih dirahasiakan itu menemukan berbagai penyelewengan yang menyulitkan Bulog menyalurkan beras ke penerima bantuan pangan nontunai (BPNT). Salah satunya, adanya 300 e-warong di berbagai wilayah di Indonesia yang diduga siluman.

 “Agen ini punya penyuplai tersendiri dan mereka kerja sama untuk bagi hasil. Kemudian, saudara-saudara kita yang dapat bantuan ini dipaksa membeli di sana. Kalau menolak, namanya diancam dicoret (sebagai penerima bantuan),” kata Budi.

Kasus lain yang ditemukan tim independen adalah adanya oknum yang menyalahgunakan uang BPNT yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM) lewat kartu elektronik. Budi mengatakan, ada oknum yang berani menagih kartu BPNT untuk diakses ke e-warong dan ditukar uang tunai yang nominalnya lebih kecil dari nilai yang diterima PMK tiap bulan, yaitu Rp 110.000.

“Jadi, umpamanya kartu penerima BPNT satu RT atau RW dikumpulkan oleh satu orang. Oknum itu lalu ke e-warong untuk menggesek kartunya untuk ditukarkan dengan uang tunai. Ada yang Rp 50.000, Rp 70.000, paling besar Rp 80.000. KPM ini jadi nggak terima beras, tapi terima uang,” tutur Budi.

Temuan itu juga diikuti temuan penggelapan produk beras yang disalurkan ke penerima BPNT. Penggelapan antara lain dilakukan dengan menukar beras kualitas premium dengan beras medium dalam kemasan beras Bulog palsu.

Dari sejumlah sampel yang disita dari beberapa e-warong, penggelapan juga dilakukan pada beras dengan merek lain. Selain itu, penerimaan beras yang harusnya 10 kilogram (kg) per bulan dibatasi menjadi hanya 7 kg per bulan.

Menurut Budi, survei tim independen menghitung, masing-masing penerima program BPNT yang menerima Rp 110.000 per bulan melalui rekening bank dirugikan Rp 29.000. Uang itu pindah ke oknum yang terlibat melakukan penggelapan yang diperkirakan meraup Rp 9 miliar per bulan.

“Saya akan serahkan temuan ini ke Satuan Tugas (Satgas) Pangan. Kami juga akan bekerja sama dengan seluruh kekuatan pemerintah dan penegakan hukum, karena melibatkan berbagai jenis kejahatan,” tegasnya.

Untuk mencegah penggelapan, dalam waktu dekat, Bulog akan memperbaiki kualitas pengemasan beras. Direktur Operasi dan Layanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, ke depan Bulog akan menggunakan kemasan beras yang divakum untuk menjaga kualitas beras hingga sampai ke tangan konsumen.

Selain itu, Bulog juga akan memperbaiki label kemasan dengan antara lain mencantumkan informasi jenis beras, persentase butir patah dan derajat sosoh, keterangan campuran dengan varietas beras lain, netto, tanggal pengemasan, hingga nama dan alamat produsen.

Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08 Tahun 2019 Pasal 2 yang mengatur kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia bagi pelaku usaha yang memperdagangkan beras dalam kemasan kurang dan atau sama dengan 50 kg. Aturan itu akan diterapkan setidaknya setelah 21 November 2019.

Sumber: Kompas.id | Judul Asli: E-Warong “Siluman” dan Mafia Penyaluran Pangan Nontunai Akan Dibongkar  | Edisi: 23 September 2019 | Diadaptasi Clakclik.com untuk bahan edukasi masyarakat