04
Wed, Dec

AJI Indonesia: Liput Demo UU Ciptaker 28 Jurnalis & 6 Pers Mahasiswa Alami Kekerasan

Ilustrasi / Clakclik.com

Peristiwa
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 11 Oktober 2020—Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia mencatat, terdapat 28 jurnalis dan 6 orang anggota pers mahasiswa di sejumlah daerah mengalami kekerasan saat meliput unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 7 dan 8 Oktober 2020.

Berdasarkan data yang dihimpun AJI, kasus kekerasan terbanyak adalah perusakan atau perampasan data hasil liputan, disusul intimidasi oleh aparat, kekerasan fisik, dan penahanan atau penangkapan.

Sedangkan berdasarkan lokasinya, yakni tiga kasus di Semarang, tiga kasus di Palu lima kasus di Samarinda, enam kasus di Surabaya dan delapan kasus di Jakarta.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrin saat konferensi pers secara daring, Sabtu (10/10/2020), menyampaikan, pada kasus penahanan di Jakarta, enam jurnalis ditahan hampir selama 2 kali 24 jam. Enam jurnalis itu kemudian baru dibebaskan pada Jumat (9/10/2020) malam oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.

”Hasil pengamatan dan verifikasi yang dilakukan AJI, sebagian jurnalis yang meliput aksi itu sudah menunjukkan id card (identitas diri sebagai wartawan) kepada polisi. Bahkan, ada juga jurnalis yang sudah mengenakan baju bertuliskan pers masih tetap ditangkap. Jadi tidak ada alasan bagi kepolisian mengatakan tidak mengetahui bahwa mereka adalah jurnalis,” ujar Sasmito.

Enam kasus kekerasan yang dialami jurnalis itu telah dilaporkan, yakni tiga kasus di Semarang dan tiga kasus di Palu. Lima jurnalis di Samarinda juga akan melaporkan kembali kasus yang dialaminya. Perusahaan media tempat jurnalis bekerja juga diharapkan turut mendampingi pelaporan kasus yang dialami karyawannya.

Sementara bagi pihak kepolisian, AJI mendesak agar kasus kekerasan terhadap jurnalis itu dapat diusut dan diproses lebih lanjut. Anggota kepolisian yang terbukti melakukan kekerasan terhadap jurnalis harus dijerat dengan pasal pidana di Undang-Undang Pers dengan ancaman pidana penjara dua tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.

”Kami mendesak polisi agar tidak memproses kasus ini dengan pelanggaran etik seperti yang terjadi di Makassar tahun lalu. Kami berharap kasus ini diselesaikan secara tuntas dengan menggunakan pasal pidana di Undang-Undang Pers,” ungkap Sasmito. (c-hu)