Oleh Husaini; Praktisi Manajemen Pengurangan Risiko Bencana. Tinggal di Pati, Jawa Tengah.
Hingga akhir 2010, jika orang membicarakan banjir di wilayah Kabupaten Pati, orang akan langsung dengan reflek menyebut Sungai Juwana. Pemukiman, lahan pertanian, dan tambak di desa-desa kanan-kiri Sungai Juwana merupakan wilayah langganan banjir. Puluhan tahun terjadi. Masyarakat kemudian menyebutnya sebagai langganan.
Karakter banjir Sungai Juwana yang datang perlahan dan lama membuat masyarakat tidak terkejut. Di desa-desa yang dijuluki sebagai desa langganan banjir justru masyarakatnya membangun mekanisme adaptasi dengan beraneka ragam cara.
Baca juga: https://www.clakclik.com/73-cerita/1755-revisi-perda-rtrw-pati-kawasan-rawan-bencana-banjir-hilang
Awal 2011, masyarakat Kecamatan Sukolilo yang awalnya hanya mengenal banjir Sungai Juwana yang menggenangi persawahan mereka dan menjulukinya sebagai “Banjir Rawa”, dikejutkan dengan peristiwa banjir bandang di Desa Kedungwinong dan Sukolilo. Saat itu ratusan rumah rusak, puluhan jembatan ambrol, sapi dan kambing serta hewan ternak lainnya raib, dan juga ada korban jiwa manusia.
Sejumlah anak muda bersantai di teras rumah sambil menikmati banjir di Jakenan, Jum'at (26/11/2021) / Clakclik.com
Saat penulis terlibat menjadi relawan di lapangan untuk membantu, pernyataan yang selalu digumamkan warga saat itu adalah tentang rasa heran atas kejadian banjir bandang di tepi gunung kapur, di lereng yang relatif berada di wilayah dataran tinggi.
Namun, waktu berlalu, ingatan orang semakin terbatas. Peristiwa naas itu kemudian dilupakan begitu saja oleh masyarakat, maupun pemerintah.
Di 2013-2014, persoalan banjir Pati dari hanya terkait luapan Sungai Juwana mulai bergeser. Tiba-tiba misalnya; ibu kota Kecamatan Kayen kebanjiran. Jalan Pati-Grobogan pernah lumpuh karena banjir. Sementara itu, di wilayah Pati Utara seperti Kecamatan Dukuhseti, Tayu, Margyoso dan sejumlah lainnya juga mengalami hal yang sama.
Peristiwa banjir Kayen dan sejumlah kecamatan di Pati Utara terus berlanjut hingga 2020. Karakter banjirnya berbeda dengan banjir Sungai Juwana yang datang berlahan-lahan dan surut berlahan-lahan. Banjir Kota kayen dan sejumlah kecamatan di Pati Utara itu karakternya mirip seperti banjir bandang Sukolilo; datang begitu saja, sebentar, lalu kemudian menghilang.
Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/1623-kerusakan-kendeng-dan-muria-penyebab-banjir-pati
Karakter banjir bandang situasinya setali tiga uang dengan karakte banjir informasi di media sosial. Orang hanya sejenak mengamati lalu segera hilang dari ingatan karena dilindas informasi lain yang merangsek keluar-masuk.
Banjir hanyalah peristiwa. Risiko yang sempat terdata atas dampak banjir hanyalah angka-angka untuk diakumulasi menjadi harga-harga bantuan bencana. Semua kembali menjadi biasa. Aneka kerugian kadang tak terdata. Apalagi jika kehadiran petugas pendata lebih lambat dibanding hengkangnya air dari lokasi bencana. Peristiwa bencana banjir kadang tak terdata.
Kejutan terbaru soal Banjir Pati kembai datang. Dimulai di tahun lalu (2020). Tiba-tiba sejumlah desa di Pucakwangi kebanjiran. Wilayah yang selama ini menjadi langganan droping air bersih saat musim kemarau tiba-tiba diterjang banjir bandang.
Tampak sebuah jalan desa tergenang banjir di wilayah Kecamatan Jakenan, Jum'at (26/11/2021) / Clakclik.com
Peristiwa itu kembali terjadi tahun ini (akhir Nopember 2021), meskipun spot-spotnya tidak besar, namun lokasi banjirnya semakin menyebar. Tercatat Desa Plosorejo, Tanjungsekar dan Sokopuluhan adalah sejumlah desa di Pucakwangi yang akhir Nopember ini diterjang banjir bandang. hal yang sama terjadi di wilayah Kecamatan Tambakromo. Sebuah video beredar berisi tentang sejumlah orang yang menyelamatkan ratusan sak semen di sebuah balai desa di Kecamatan Tambakromo karena kebanjiran.
Beberapa jam kemudian, air dari Pucakwangi dan mungkin dari Tambakromo bertemu dengan air dari sejumlah wilayah lain di Jakenan. Akibatnya, sejumlah desa tergenang, juga lahan pertanian. Jalan penghubung antar kecamatan (jakenan-Winong) tergenang hingga satu meter lebih. Jalan alternatif Jakenan- Pati tersendat karena kendaraan harus melipir melewati perkampungan.
Perubahan-perubahan yang terekam diatas, tentu bukan hanya kilasan data tak penting. Perubahan karakter dan dan juga semakin meluasnya satu kawasan yang terdampak bencana, biasanya terkait dengan banyak hal; diantaranya adalah faktor perilaku manusia termasuk tatakelola lingkungannya.
Bencana hidrometerologi termasuk banjir , tak bisa jika disebutkan berpenyebab tunggal tentang intensitas hujan yang tinggi. Tulisan sebuah akun Whatsapp Haryanto (diduga Bupati Pati) yang menyebar di grup-grup whatsapp warga yang protes karena masyarakat menyalahkan pemerintah padahal sebab banjir adalah karena perilaku buang sampah sembarangan oleh masyarakat adalah salah satunya.
Sebuah rumah semi permanen milik warga di Kecamatan Jakenan terlihat tiang dan dinding bawahnya yang terbuat dari kayu dan bambu tergenang banjir, Jum'at (26/11/2021) / Clakclik.com
Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/835-pati-diterjang-banjir-dari-segala-penjuru
Intinya, penyebab banjir tidak tunggal. Pembangunan di desa-desa yang banyak merampas jalur air dan tempat resapan air juga salah satu penyebabnya. Oleh karena itu, prespektif pembangunan yang ramah terhadap ancaman bencana perlu dikembangkan.
Sekali lagi; banjir Pati itu nyata. Bukan hanya sekedar catatan. Kerugian yang diakibatkan juga nyata, meskipun warga masih gamang menghitungnya. Walahu’alam!