24
Sun, Nov

Penting! Deteksi Dini HIV pada Ibu Hamil

Ilustrasi / Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 30 Nopember 2021—Penularan HIV bisa terjadi dari ibu ke anak selama masa kehamilan dan persalinan. Risiko penularan itu bisa dicegah apabila ibu mendapat layanan terapi yang tepat dan teratur. Namun, pengobatan itu belum maksimal karena banyak ibu belum tahu status HIV-nya.

Baca juga: https://www.clakclik.com/inspirasi/881-kota-pati-hotel-mewah-prostitusi-online-dan-hiv-aids

Dilansir kompas.id (29/11/2021), Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Senin (29/11/2021), mengatakan, baru 30 persen ibu hamil menjalani tes HIV (human immunodeficiency virus) lalu memulai pengobatan ARV (Antiretroviral). Sementara, setiap tahun ada sekitar lima juta kelahiran di Indonesia.

”Diperkirakan dari data yang ada kurang lebih dua persen bayi tertular dari ibu dengan HIV positif. Karena itu, deteksi dini HIV pada ibu hamil perlu terus ditingkatkan,” ujarnya.

Kementerian Kesehatan mencatat, 6.439 ibu hamil terdeteksi positif HIV dari 2,3 juta ibu hamil yang menjalani tes HIV pada 2019. Pada 2020, dari 2,4 juta ibu hamil yang diperiksa, sebanyak 6.094 orang positif HIV. Dari jumlah itu diketahui prevalensi ibu hamil yang tertular HIV di Indonesia 0,25 persen.

Pada ibu hamil dengan HIV yang tidak menjalani terapi secara teratur dan penanganan tepat berisiko menularkan HIV ke bayinya 20-50 persen. Sementara pada ibu yang mendapat pengobatan dan perawatan, risiko penularan bisa ditekan hingga kurang dari 2 persen.

Nadia mengatakan, dengan pengobatan ARV yang teratur dan perawatan yang baik, ibu hamil dengan HIV dapat melahirkan anak yang terbebas dari HIV. Karena itu, deteksi dini jadi penting agar penanganan dan pengobatan bisa segera diberikan.

Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/652-pembahasan-raperda-pencegahan-dan-penanggulangan-hiv-aids-pati-dikebut

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan Ibu ke Anak atau PPIA dan Peraturan Menteri Kesehatan No 21/2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, semua ibu hamil di daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi dalam pelayanan antenatal wajib menjalani tes HIV yang inklusif dalam pemeriksaan laboratorium rutin. Sementara di daerah epidemi rendah, tes HIV diprioritaskan untuk ibu hamil yang terinfeksi menular seksual (IMS) dan tuberkulosis.

Aturan itu juga menyebutkan semua ibu hamil dengan HIV harus diberi pengobatan ARV segera tanpa memperhitungkan jumlah CD4 (bagian dari sel darah putih yang terkait dengan kekebalan tubuh). Pengobatan juga dilakukan tanpa melihat umur kehamilan dan diberikan seumur hidup.

Ketua Kelompok Staf Medis Alergi Imunologi RS Kanker Dharmais yang juga Kepala Program Nasional RS Kanker Dharmais Haridiana Indah menambahkan, upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak akan lebih efektif jika sudah dilakukan sejak rencana kehamilan dimulai. Pengobatan ARV bisa dilakukan sebelum rencana kehamilan.

”Jadi, pasangan harus tahu status HIV-nya terlebih dahulu. Dengan pengobatan rutin, jumlah virus dalam tubuh bisa tak terdeteksi. Ketika viral load (jumlah virus) tidak terdeteksi, pasangan bisa berhubungan seksual pada masa subur sehingga saat hamil, risiko penularan pada bayi bisa ditekan,” tuturnya. (c-hu)

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.