Clakclik.com, 10 Nopember 2021—Polusi udara tidak hanya berdampak pada perubahan iklim, tetapi juga memengaruhi cara kerja otak manusia.
Dilansir kompas.id, Selasa (9/11/2021), studi ahli saraf di Lieber Institute for Brain Development (LIBD) di The Johns Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Amerika Serikat, dan Peking University, Beijing, China melaporkan hal ini. Laporan tersebut telah terbit di jurnal Proceedings of the National Academies of Sciences (PNAS), Senin (8/11/2021).
Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/772-hantu-bau-bangkai-di-pantura-pati-juwana
Studi ini melibatkan kemitraan global yang menyintesis data ilmiah tentang polusi udara, pencitraan saraf, ekspresi gen otak, dan data tambahan yang dikumpulkan dari konsorsium genetik internasional dari lebih dari 40 negara.
Direktur Lieber Institute Daniel R Weinberger mengemukakan, hasil studi dari penelitian ini menunjukkan bahwa polusi udara tidak hanya berdampak pada perubahan iklim, tetapi juga memengaruhi cara kerja otak manusia. Studi ini juga menjelaskan bagaimana faktor genetik dan paparan polusi udara dapat menyebabkan depresi.
”Efek depresi dari faktor genetik dan paparan polusi ini menjadi puncak gunung es agar kita lebih memperhatikan kesehatan otak. Tantangan utama dalam bidang kedokteran saat ini adalah memahami bagaimana gen dan lingkungan berinteraksi satu sama lain,” ujarnya, dikutip dari situs resmi LIBD, Rabu (9/11/2021).
Dalam laporan tersebut, peneliti mengungkap bahwa semua orang memiliki kecenderungan untuk depresi. Namun, risiko depresi akan lebih tinggi dan berkembang pada manusia sehat yang memiliki gen kunci dan tinggal di lingkungan dengan tingkat partikel tinggi di udara.
”Hasil studi kami yang pertama menunjukkan hubungan langsung neurologis antara polusi udara dan bagaimana otak bekerja dalam memproses informasi emosional atau kognitif dalam risiko depresi,” kata Zhi Li, penulis utama laporan studi ini. (c-hu)