25
Thu, Apr

Le Velo de Pati; Jika Penguasa Berkehendak, Kamu Mau Apa?

Le Vela de Pati / Illustrasi

Instansi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com. 1 Maret 2020—Acara sepedaan bertajuk Le Velo de Pati hari ini digelar. Dimulai dari Alun-alun Kota Pati dan finish di Stadion Joyokusumo.

Oleh bupati dan wakil bupati, acara ini dinyatakan sebagai acara istimewa, dikategorikan (oleh mereka sendiri) sebagai event nasional. Pada awalnya bahkan diceritakan akan ada pesepeda dari luar negeri yang bergabung. Di bayangkan akan bisa mendongkrak kunjungan wisata di Pati baik wisata alam maupun wisata kuliner.

Bupati Pati Haryanto dalam La Velo de Pati, bersepeda mengenakan kaos Semen Gresik, pabrik semen yang pernah diusir warga Pati, Minggu (1/3/2020) / Istimewa

Edy Siswanto, Kasi Pembinaan Olahraga Berprestasi Bidang Keolahragaan Dinpora yang juga salah satu panitia menyebut bahwa kegiatan ini dimaksudkan sebagai promosi rekreasi. Sepanjang rute 118 km peserta bisa temukan wisata alam yang cukup bagus maupun wisata kuliner setempat.

Namun, saat kita melihat rute-nya, kita bisa menilai bahwa sebenarnya acara itu tidak memiliki konsep yang jelas.

Pertama; jika tujuannya promosi wisata alam, kenapa tidak melewati wilayah Pati Selatan yang kaya dengan wisata alam seperti Gua Pancur, Lorodan Semar, Bukit Pandang dan Gua Wareh, serta bekas desa wisata yang kini jadi desa persiapan wisata; Desa Talun.

Kedua, jika tujuannya promosi kuliner, kenapa tidak ada check point di komplek Pusat Kuliner Pati yang sudah diragati ratusan juta tapi pedagangnya masih merana? Kita bisa bayangkan bagaimana jika Pusat Kuliner Pati itu dikunjungi 830-an pesepeda; berhenti dan njajan. Alangkah akan sangat membantu manaikkan omset pedagang yang sudah hampir sehatun terus-terusan jeblog lantaran sepi pengunjung.

Petani Pati yang sibuk menghalau burung yang memakan padinya dengan berteriak dan memanjat gubug. Kadang sebelum panen, padinya hanyut terendam banjir / Clakclik.com

Dari sisi substansi, acara sepedaan yang sudah pasti sebagian dananya menggunakan dana APBD Pati ini un-faedah alias tidak memiliki makna apapun bagi masyarakat Kabupaten Pati. Justru bisa dikatakan bahwa apa yang dilakukan Pemda Pati menunjukkan fakta bahwa pemerintah tidak sensitif dengan kondisi masyarakat; terutama masyarakat miskin dan korban bencana di desa-desa di wilayah Kabupaten Pati.

“Di Margorejo kemarin diberitakan petani rugi miliaran rupiah akibat gagal panen karena banjir. Pemerintah Kabupaten Pati tidak melakukan apapun. Kita tidak melihat reaksi pemerintah saat ada kabar petani gagal panen,” Kata Sodikin, Pedagang Es Krim yang sering keliling di desa-desa di Pati.

“Sudah lebih 2 bulan jalan Pati-Gabus rusak dan banyak pesepeda motor jatuh karena lubang dan jalan rusaka. Pemerintah minta warga bersabar. Mungkin menunggu ada yang mati, baru nanti dibenahi,” Keluh Supriyono, warga Desa Gajahmati.

“Saya dan teman-teman selama ini menggalang dukungan dan mendampingi lansia miskin tak berkeluarga, rumah tak layak huni, kebutuhan sehari-hari tergantung orang lain, program pemerintah tidak ada yang menjangkau mereka. Rasanya kok nyesek di dada saat bupati dan jajarannya cengengesan sambil sepedaan,” protes Selamet Riyanto, aktivis sosial di Sukolilo.

Seorang lansia di Sukolilo, Pati: hidup seorang diri dengan aneka keterbatasan tanpa mendapatkan bantuan sosial pemerintah. Di Kecamatan Sukolilo jumlahnya bisa mencapai ratusan orang / Clakclik.com

Sejumlah informasi tentang derita masyarakat Pati karena faktor kemiskinan dan tidak bisa mendapatkan akses program pemerintah berseliweran di media sosial setiap hari.

Mbah Suwardi dengan rumah berdinding bekas spanduk dan beratap plastik di Desa Mojo, Kecamatan Cluwak diurus beberapa kelompok relawan, diantaranyan Relawan Ganjar dan Relawan Sudewo DPR RI. Mbah Tiwi di Bulumanis Kidul, Kecamatan Margoyoso diurus  Tim PGSI. Puluhan Lansia miskin di Sukolilo diurus relawan-relawan, berkali-kali masuk koran tanpa perhatian.

Semua itu bisa dimaknai sebagai cermin keberpihakan. Contoh lain adalah Alun-alun di renovasi milyaran, tapi tidak tertarik membangun Jembatan Cabean di Desa Wateshaji salah satu desa pedalaman di Kecamatan Pucakwangi yang untuk ke desa itu orang harus berputar melalui wilayah Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.

Ya begitulah, Jika penguasa berkehendak, kamu mau apa? Rakyat cukup kebagian mimpi-mimpi dan janji-janji. (c-hu)

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.