Pati, Clakclik.com—Saat sedang dalam pengerjaan proyek pembangunan trotoar di sejumah titik di Kota Pati, pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Kabupaten Pati, Jawa Tengah menyatakan bahwa trotoar yang dibangun dan dipercantik dengan kursi kayu bernuansa klasik dan bola-bola marmer itu bertujuan memberikan kenyamanan pada para pejalan kaki yang melewati kawasan tersebut.
Perencanaan itu ternyata berbanding terbalik dengan fakta penggunaan yang ada saat ini. Kursi trotoar, lebih banyak kosong tidak berguna. Jikapun digunakan, mayoritas penggunanya adalah muda-mudi yang sedang janjian.
Kondisi trotoar berkursi dan berbola marmer yang dibangun dengan anggaran negara seniai Rp 2 miliar di Jalan Sudirman Pati tampak kosong, tidak ada pejalan kaki yang melintas di kawasan itu, Kamis (29/7/2021) / Clakclik.com
Selama satu minggu (tanggal 22-29 Juli 2021) Clakclik.com melakukan pemantauan penggunaan trotoar yang berada di Jalan Sudirman mulai dari samping kantor Disnakertrans hingga depan Hotel Pati yang juga merupakan lokasi seberang Samsat dan Kantor Kejaksaan Negeri Pati menemukan bahwa 75% penghuni kursi trotoar itu rerata adalah pasangan muda mudi yang sedang janjian dan transit di lokasi tersebut. Biasanya, mereka datang berpasangan naik sepeda motor atau datang bersepeda motor sendiri-sendiri, duduk-duduk sebentar dan foto-foto di trotoar berkursi itu, lalu pergi bersama-sama.
Lokasi kursi-kursi trotoar Jalan Sudirman tersebut memang sejak dulu bukan jaur pejalan kaki, karena posisi kanan-kiri trotoar itu adalah lokasi perkantoran, sekolah, hotel, termasuk rumah dinas wakil bupati.
Walhasil, trotoar berkursi dan bola marmer Jalan Sudirman yang dibangun dengan dana (yang disampaikan pihak DPUTR di sejumlah media) sebesar Rp 2 miliar, fungsinya tidak sesuai perencanaan.
Fungsi awal yang direncanakan untuk istirahat dan santai para pejalan kaki, justru menjadi tempat transit kencan muda-mudi.
Secara konseptual, perencanaan pembangunan kota memang bukan hal sepele. Perencanaan pembangunan kota sangat terkait dengan budaya dan perilaku masyarakaat setempat.
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan tidak boleh hanya melibatkan orang teknik, ahli bangunan dan ahli estetika kota, namun juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis.
Fasilitas yang dibangun tidak sesuai kebutuhan masyarakat berpelaung dua hal; jika tidak mangkrak karena tidak terpakai, pasti disalahgunakan untuk hal yang tidak sesuai peruntukannya. Beruntung karena lokasi trotoar berkursi itu ada di tengah kota dan selalu ramai. Jika sepi, kawasan trotoar berkursi itu bisa menjadi lokasi mesum dan kejahatan. (c-hu)