Minggu ini sejumlah media nasional melaporkan hasil survei pilkada di Jawa Tengah dan Jakarta. Tidak sedikit warga yang masih bimbang.
Editorial | Clakclik.com | 6 Nopember 2024
Pemilih yang masih bimbang itu tergambar jelas dari hasil survei salah satu media nasional pada 15-20 Oktober lalu di Jateng dengan masih banyaknya warga yang belum menentukan pilihan. Dari survei yang meliputi 1.000 responden dengan tingkat kepercayaan 95 persen itu, terungkap 28,8 persen responden (akan) memilih pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. Di sisi lain, sekitar 28,1 persen responden mendukung Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Namun, sekitar 43,1 persen responden belum menentukan pilihannya (undecided voters). Jumlah pemilih bimbang lebih banyak dibandingkan dukungan bagi kedua calon kepala daerah.
Kondisi di Jakarta bisa dikatakan masih lebih baik. Jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan, dalam survei terpisah dengan 800 responden dan margin of error (ambang ketidakpastian) 3,46 persen, mencapai 23,8 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan raihan pasangan perseorangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana sekitar 3,3 persen. Namun, lebih rendah dibandingkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono dengan 34,6 persen dan Pramono Anung-Rano Karno yang mendapatkan 38,3 persen.
Kondisi yang terjadi di Jakarta dan Jateng, masih besarnya pemilih yang belum menentukan sikap, bisa saja terjadi di daerah lain. Tahun ini, di Indonesia sebanyak 37 provinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten akan menggelar pemilu kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November nanti. Masih ada waktu tak kurang dari tiga minggu bagi calon kepala daerah dan tim suksesnya untuk mendekati warga serta meyakinkan mereka untuk menggunakan hak pilihnya. Dan, tentu saja memilih calon yang diunggulkan. Jangan sampai ada warga tak menggunakan hak pilihnya, atau golongan putih (golput), sekalipun hal itu tak dilarang dalam peraturan terkait pemilu.
Masih tingginya angka pemilih yang belum menentukan pilihan itu mengundang pertanyaan tentang efektivitas komunikasi politik dan daya tarik calon dalam menyentuh aspirasi masyarakat. Angka pemilih bimbang yang signifikan ini juga menunjukkan tantangan besar bagi pasangan calon kepala daerah. Tanpa langkah konkret yang bisa menjawab kebutuhan dan kecemasan pemilih, bukan tak mungkin angka ketidakpastian ini tetap tinggi hingga hari pemungutan suara.
Pasangan calon kepala daerah dan tim pemenangannya perlu lebih intensif mendekatkan diri dengan pemilih bimbang, merangkulnya melalui program nyata yang relevan, berwawasan luas, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Tak bisa hanya mengandalkan pendekatan seremonial tanpa substansi yang kuat. Sosialisasi program dengan lebih jelas, komunikasi yang terarah, dan mudah dipahami publik. Yakinkanlah pemilih yang masih bimbang.
Pemilih bimbang adalah juga cerminan keresahan publik yang belum yakin akan calon kepala daerah yang tersedia. Jika calon bisa merebut hati dan suara mereka, jagalah dengan karya nyata yang bermanfaat selama menjadi. (c-hu)