Clakclik.com, 30 Oktober 2024 — Penggunaan data meteorologi diyakini bisa meminimalkan potensi gagal panen akibat cuaca dan perubahan iklim.
Hal ini disampaikan Direktur Informasi Perubahan Iklim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab saat ditemui dalam kegiatan simposium nasional bertajuk ”Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim untuk Kemandirian Pangan Menuju Indonesia Emas 2045” Rabu (30/10/2024).
Fachri mengungkapkan, terjadi tren kenaikan suhu di Indonesia dalam 40 tahun terakhir. Kenaikan suhu mencapai 0,5 hingga 0,6 derajat celsius. Kondisi ini melanda 699 zona musim (ZOM) di Indonesia.
Adapun BMKG telah memprediksi musim hujan periode 2024/2025. Sebanyak 60 persen dari 699 ZOM dengan curah hujan normal. Sementara itu, 30 persen dengan curah hujan lebih panjang. Sekitar 10 persen dengan curah hujan lebih pendek.
”Dari pantauan sejak tahun 1981 hingga 2023, tren laju perubahan suhu di Indonesia terus meningkat. Petani harus beradaptasi menghadapi fenomena cuaca ini,” kata Fachri.
Oleh karena itu, ia menuturkan, petani harus proaktif memahami dan memantau data meteorologi yang disebarkan BMKG bersama dinas pertanian setempat. Hal ini agar petani dapat menyiapkan pola tanam hingga teknologi pertanian yang efektif menghadapi perubahan iklim. Data meteorologi bagi sektor pertanian seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, radiasi matahari, dan curah hujan.
”Selama ini, kami telah bersinergi dengan dinas pertanian untuk diseminasi data meteorologi. Upaya sosialisasi sekolah lapang iklim juga dilakukan secara langsung kepada para petani di setiap desa sentra pertanian,” ujarnya.
Kepala BSIP Fadjry Djufry mengatakan, Kementan mendukung restorasi sumber daya air melalui penerapan pertanian cerdas iklim, yang mencakup pemanfaatan teknologi sensor tanah hingga pemantauan cuaca berbasis satelit.
”Berbagai upaya ini secara langsung membantu petani dalam mengambil keputusan yang tepat, penguatan kapasitas petani, serta peningkatan akses terhadap informasi iklim yang akurat melalui aplikasi digital,” kata Fadjry, yang juga Ketua Umum Perhimpi.
Ia memaparkan, Perhimpi melalui anggotanya yang tersebar di BSIP, Badan Informasi Geospasial, dan lembaga lain yang terkait telah melahirkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 9230 tahun 2023 tentang Spesifikasi Informasi Geospasial-Zona Indikatif Pengembangan Infrastruktur Panen Air Pertanian.
”Melalui SNI, diharapkan dapat menghasilkan informasi zona indikatif dari lahan-lahan yang memerlukan optimalisasi air dan berpotensi untuk dibangun infrastruktur panen air seperti embung, dam parit, irigasi pompa, sumur dangkal atau sumur bor. Hal ini berdampak terjadi peningkatan indeks pertanaman yang berujung pada peningkatan produksi padi nasional,” ujarnya. (c-hu)