18
Fri, Oct

Seharusnya Parpol Bergerak Mereformasi Diri

Husaini-Sekretaris Desk Pilkada DPC PKB Pati, Jateng

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Oleh: Husaini; Sekretaris Desk Pilkada DPC PKB Kabupaten Pati, Jateng.

Selama kurun waktu 1999-2024 partai politik sebagai pilar demokrasi belum (jika tidak mau dikatakan tidak) melakukan perbaikan secara signifikan.

Parpol belum melakukan pendidikan politik, minim dalam menyerap dan atau mengakomodasi aspirasi, serta tidak mampu menyediakan kader andalnya untuk diikutsertakan dalam pilkada. Parpol masih sibuk dengan dirinya sendiri dan lebih terfokus pada kepentingan dan kekuasaan saja.

Sistem multipartai sejauh ini belum mampu memunculkan kader-kader baru yang berkualitas, berintegritas, dan berkomitmen membangun sistem politik yang akuntabel dan menjadi pemimpin dengan kepemimpinan yang amanah.

Oleh karena itu, untuk membenahi sistem regenerasi kepemimpinan syarat penting yang harus dilakukan adalah melakukan pembenahan terhadap parpol, karena parpol adalah sumber kader atau calon pemimpin. Reformasi partai harus menghasilkan kualitas kader yang baik yang menjadi referensi rekrutmen pemimpin terutama di daerah.

Karena itu parpol harus menyiapkan kadernya secara serius dengan memfasilitasi pendidikan kepemimpinan yang bermanfaat untuk rakyat.

Reformasi parpol diperlukan untuk menghasilkan kualitas kader yang baik yang menjadi referensi perekrutan pemimpin di daerah. Parpol harus menyiapkan kadernya secara serius dengan memfasilitasi mereka pendidikan kepemimpinan yang bermanfaat untuk menjadi pemimpin daerah.

Disisi lain, sejumlah masalah yang saat ini masih menggelayuti parpl-parpol di daerah adalah tentang; meskipun tidak ada peraturan yang secara eksplisit mengatur ketua umum partai harus maju dalam pilkada, tak jarang pimpinan partai di daerah mengikuti pilkada. Hal ini memberikan kesan seolah ketua umum parpol harus mencalon diri dalam pilkada.

Selain itu, tak sedikit jabatan rangkap yang masih dilakukan sejumlah pimpinan partai, baik sebagai kepala daerah maupun ketua umum partai. Fenomena tersebut tentu menjadi kendala bagi upaya membangun sistem kepemimpinan lokal yang sehat dan berkesinambungan. Regenerasi dan suksesi merupakan hukum alam, suatu keniscayaan. ”Setiap era ada pemimpinnya, dan setiap pemimpin ada eranya”.

Dalam kaitan itu, diperlukan munculnya wajah-wajah baru yang memiliki integritas, kredibilitas, kompetensi/kapasitas, dan kepemimpinan untuk mengisi suksesi ke depan. Parpol harus bisa menciptakan pluralisme kader dan calon pemimpin. Bukan multiplikasi kader dan calon pemimpin yang hanya memenuhi syarat 4L (lu lagi lu lagi).

Indonesia memerlukan regenerasi kepemimpinan yang dilakukan secara demokratis (free and fair) yang melibatkan semua kader dari latar belakang yang berbeda. Dan bukan semata-mata kader yang populer, memiliki modal, karena keturunan, dan nepotisme/kolutisme.

Husaini bersama Seniman Nasional Sosiawan Leak nge-host bareng dalam rembug warga kali Juwana di Pati beberapa waktu lalu / Foto: Dunga Dinunga

Maraknya politik transaksional atau politik uang, praktik dinasti politik, dan meningkatnya jumlah koalisi besar/pasangan calon (paslon) tunggal dalam pilkada telah merusak sistem demokrasi dan merugikan rakyat. Dampaknya, paslon yang mengikuti pilkada disiapkan semata-mata pokoke menang, baik sebagai paslon menang (dengan asumsi didukung jumlah parpol yang sangat besar) melawan paslon boneka atau kotak kosong.

Fenomena koalisi besar atau memborong hampir semua parpol dalam satu koalisi untuk memenangkan paslonnya adalah refleksi pilkada yang tidak sehat. Secara gamblang parpol menunjukkan betapa institusinya selama ini memang belum melembaga sehingga kesulitan dalam merekrut calon dan membangun koalisi. Hal ini mengindikansikan bahwa parpol memiliki masalah serius dalam pola perekrutan dan promosi kader. Wallahu’alam.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.