Kematian seorang mahasiswi semester lima Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi Universitas Diponegoro di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, menguak adanya perundungan di lingkungan pendidikan itu. Sistem yang ada membuat mahasiswa program itu rentan depresi dan mengalami perundungan.
Editorial | Clakclik.com | 17 September 2024
Pengusutan kasus ini terus berlanjut. Universitas Diponegoro (Undip) dan Rumah Sakit Umum Pusat Pusat (RSUP) Kariadi mengakui beragam perundungan terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialsi (PPDS) Anestesi Undip- RSUP Kariadi. Dua instansi itu meminta maaf kepada publik dan berjanji mengevaluasi menyeluruh dari hulu ke hilir.
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Undip Yan Wisnu Prajoko, pada Jumat (13/9/2024), bentuk perundungan ini antara lain mahasiswa dipekerjakan secara berlebihan. Dalam sepekan, mahasiswa PPDS Anestesi bekerja lebih dari 80 jam per minggu akibat penerapan operasi elektif 24 jam di RSUP Kariadi.
Selain itu mahasiswa PPDS Anestesi diwajibkan membayar iuran Rp 20 juta sampai Rp 40 juta per bulan selama enam bulan pertama. Uang itu untuk memenuhi kebutuhan makan, sewa mobil operasional, biaya indekos, biaya karaoke, dan biaya sewa lapangan sepakbola bagi seniornya di PPDS Anestesi.
Perundungan ini terjadi bertahun-tahun. Pada 2021-2023, tiga mahasiswa dikeluarkan karena jadi pelaku perundungan. Kasus terakhir, seorang mahasiswi PPDS Anestesi Undip, diduga bunuh diri karena tak tahan mengalami perundungan dan beban kerja tinggi.
Menurut American Psychological Association, perundungan merupakan perilaku agresif yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang secara sengaja dan berulang-ulang yang menyebabkan orang lain cedera atau tidak nyaman. Perundungan bisa berupa kontak fisik, kata-kata, atau tindakan lain.
Perundungan dalam program pendidikan kedokteran terjadi di berbagai negara. Ada 13 studi lintas bagian dengan 44.566 partisipan dari berbagai residensi medis yang dipublikasikan di Journal of Occupational Health, Januari-Desember 2023, menyebut prevalensi perundungan pada residen medis 51 persen.
Sejumlah studi menyatakan mahasiswa kedokteran mengalami perlakuan buruk selama masa pendidikan mereka dua kali lebih banyak daripada mahasiswa di bidang lain. Prevalensi perundungan di komunitas ini dalam berbagai riset primer sebelumnya berkisar 30-95 persen.
Perundungan di dunia kedokteran kerap disamarkan sebagai bagian proses pembelajaran yang wajar dan meremehkan dampak psikologis yang ditimbulkan. Lingkungan hierarkis medis penuh tekanan dengan relasi kuasa tak seimbang mempersulit korban melaporkan pengalaman mereka.
Padahal hal ini bisa menimbulkan tekanan emosional, ketidakhadiran kerja, cedera fisik dan psikologis pada korban. Dampak ini tak hanya memengaruhi korban perundungan di komunitas medis tetapi juga bisa memengaruhi perawatan hingga membahayakan kesehatan pasien.
Di Indonesia Kementerian Kesehatan hanya bisa menindaklanjuti sekitar 30 persen dari 1.500 laporan perundungan di lingkungan RS pendidikan. Bentuk perundungan mulai dari fisik, verbal, intimidasi, hingga nonverbal seperti pemaksaan mengeluarkan biaya di luar biaya resmi pendidikan.
Sejauh ini pemberantasan perundungan dalam pendidikan kedokteran menjadi tantangan. Sejumlah kasus perundungan yang terungkap ke publik mencoreng wajah dunia kedokteran dan menunjukkan lemahnya pengawasan program tersebut. Hal ini merupakan ironi di tengah kekurangan dokter di daerah.
Karena itu pengakuan adanya perundungan dan permintaan maaf dari pihak FK Undip dan RSUP Karyadi hendaknya tak berhenti di situ. Perlu tindakan tegas dan langkah nyata pemerintah mencegah perundungan mengingat sebagian besar perundungan terjadi di RS vertikal di bawah kendali Kemenkes.
Guna mewujudkan kondisi bebas perundungan, perlu mekanisme pelaporan yang aman, efektif , dan rahasia dan memberikan dukungan psikologis bagi korban dan keluarganya.
