Clakclik.com, 27 April 2024--Menyiapkan kesehatan fisik calon pengantin masih belum dipandang sebagai hal penting.
Sebagian besar calon pengantin lebih sibuk menyiapkan resepsi pernikahan, merasa diri mereka sehat-sehat saja. Padahal pemeriksaan kesehatan itu penting untuk mencegah munculnya masalah kesehatan akibat pernikahan, termasuk risiko stunting pada anak.
Dari 1.544.373 pernikahan yang tercatat di Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) Kementerian Agama pada 2023, hanya 613.113 pasangan calon pengantin atau 39,7 persennya yang mengisi Sistem Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (Elsimil) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Baca juga: https://www.clakclik.com/inspirasi/2285-agar-anak-mendengarkan
Elsimil adalah Sistem Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil, merupakan aplikasi yang dibuat BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). Aplikasi ini selain untuk mendeteksi risiko anak stunting pada calon pengantin, juga bisa menghubungkan calon pengantin dengan petugas pendamping di wilayah mereka, serta sebagai sarana edukasi tentang pernikahan dan kehamilan.
Berdasarkan data yang masuk di Elsimil, tercatat 23 persen calon pengantin perempuan kekurangan energi kronik yang ditandai dengan lingkar lengan atas yang terlalu kecil. Selain itu, 14 persen calon pengantin terlalu kurus atau memiliki indeks massa tubuh kurang dan 21 persennya justru memiliki berat badan berlebih. Artinya 35 persen calon pengantin memiliki berat badan tidak ideal.
Selain itu, sekitar 20 persen calon pengantin perempuan memiliki anemia dari ringan, sedang, dan berat, serta 11 persen pengantin tidak memeriksakan hemoglobin darahnya. Sebanyak 12 persen calon pengantin berumur kurang dari 20 tahun dan 6 persennya berusia lebih dari 35 tahun.
“Perhatian terhadap prakonsepsi atau persiapan sebelum hamil oleh calon pengantin masih rendah,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo beberapa waktu lalu.
Lemahnya perhatian terhadap kesehatan calon pengantin itu memprihatinkan mengingat 80 persen pengantin akan hamil saat usia pernikahan menginjak satu tahun. Kurang energi kronis pada calon ibu dipicu oleh minimnya asupan energi dari zat gizi makro dan mikro pada wanita usia subur secara berkelanjutan sejak remaja, prakonsepsi, hingga kehamilan.
Kurang energi kronis itu ditandai dengan lingkar lengan atas yang kurang dari 23,5 sentimeter dan indeks massa tubuh pada kehamilan kurang dari 12 minggu atau trimester pertama hanya 18,5 kilogram per meter persegi.
Kondisi kurang gizi kronis itu bisa menyebabkan terganggunya proses pembentukan dan pertumbuhan janin yang dikandung ibu, mulai dari stunting, gangguan perkembangan kognitif dan motorik, serta terganggunya sistem kekebalan tubuh anak. Saat dewasa, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke, diabetes, dan kanker sehingga menurunkan produktivitasnya.
Illustrasi
Sebaliknya, ibu hamil yang terlalu gemuk akan meningkatkan komplikasi kehamilannya. Ibu bisa saja mengalami diabetes gestasional, preeklamsia yang mengancam nyawa janin dan ibu, bayi lahir prematur, keguguran, hingga kelainan bawaan bayi. Karena itu, mendorong kenaikan berat badan ibu selama hamil memang penting, tetapi jangan pula berlebih.
Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami anemia rentan mengalami berat badan lahir rendah, memiliki cacat bawaan, mudah infeksi, tingkat kecerdasan rendah, mengalami kondisi gawat janin hingga kematian. Sedangkan bagi ibu hamil, anemia bisa memicu terjadinya keguguran, persalinan prematur, hingga hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim.
Karena itu, lanjut Hasto, jika kondisi kesehatan calon-calon pengantin itu bisa ditapis sejak awal, maka upaya pencegahan stunting bisa dilakukan lebih awal, saat masalah masih berada di hulu. Jika dari data Elsimil ditemukan calon pengantin yang berisiko melahirkan anak stunting, maka tim pendamping keluarga bisa mendampingi mereka agar siap hamil.
Meski demikian, Hasto dalam kesempatan berbeda sering menegaskan, bahwa yang perlu menyiapkan kondisi kesehatan untuk mendukung prakonsepsi bukan hanya calon pengantin perempuan, tetapi juga calon pengantin laki-laki. Sejak 75 hari sebelum menikah, calon pengantin laki-laki diminta sudah menghentikan rokok, minum alkohol, dan tidak berendam air panas agar memiliki sperma yang berkualitas.
Namun dari data Elsimil yang masuk, membangun kesadaran akan pentingnya mengetahui status kesehatan calon pengantin tidaklah mudah. Pemeriksaan kesehatan sebelum menikah memang menjadi persoalan besar di Indonesia. Tindakan yang seharusnya dilakukan calon pengantin laki-laki dan perempuan 3-6 bulan sebelum pernikahan itu belum dilakukan oleh semua calon pengantin.
Dilapangan, walaupun Kementerian Agama mensyaratkan sertifikat Elsimil sebagai salah satu pengantar nikah di kantor urusan agama (KUA), dalam banyak kasus, calon pengantin tetap dinikahkan walau tanpa Elsimil dengan berbagai alasan. Umumnya karena keterbatasan pengetahuan masyarakat dan mepetnya waktu pernikahan antara waktu pelaporan dan waktu pernikahan. (c-hu)