08
Wed, May

Agar Anak Mendengarkan

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Sangat penting memahami berbagai penyebab mengapa anak tidak mendengarkan. Ini agar orangtua mengerti alasannya.

Banyak orangtua yang menganggap bahwa anak sudah seharusnya mendengarkan dan mengikuti arahan mereka. Namun, terkadang mereka lupa bahwa sikap dan perilakunya justru membuat sang anak tidak mau menjalankan perintah orangtuanya. Ada baiknya kita meninjau kembali relasi ini.

Sungguh menjengkelkan jika anak tidak mendengarkan, kita merasa diabaikan oleh anak. Orangtua jadi mudah tersinggung karena sepertinya anak tidak menghormati. Kita jadi tergoda untuk menaikkan volume dan nada suara, mengulangi permintaan atau bahkan menggunakan ancaman.

Jen Lumanlan (2023), psikolog yang berfokus pada tumbuh kembang dan pendidikan anak, mengatakan, ada banyak alasan mengapa seorang anak ”tidak mendengarkan”, dan sebagian besar sebenarnya tidak ada hubungannya dengan ketidaktaatan. Berikut beberapa di antaranya:

a. Anak sedang asyik melakukan aktivitas yang disukai dan tidak ingin berhenti atau bahkan diganggu.

b. Anak Anda belum memahami waktu sepenuhnya. Anak kecil sering kali kesulitan memahami konsep waktu dan kesegeraan yang diperlukan.

c. Anak tidak dapat mengingat banyak instruksi sekaligus.

d. Anak telah dikondisikan untuk menunggu sampai Anda berteriak. Mengulang untuk bertanya lagi dan berteriak hanya akan memperkuat perilaku yang tidak diinginkan. Orangtua perlu membuat permintaan yang jelas dan singkat tanpa pengulangan yang berlebihan.

e. Anak merasa dihakimi berdasarkan bahasa dan permintaan Anda yang berulang kali. Menggunakan bahasa yang mengkritik dan memberikan ultimatum dapat menimbulkan penolakan pada anak karena mereka merasa bahwa kata-kata Anda dimaksudkan untuk mempermalukan mereka (walaupun Anda tidak bermaksud melakukannya).

f. Anda terbiasa tidak mendengarkan anak sehingga anak pun meniru untuk tidak mau mendengarkan Anda. Komunikasi yang efektif adalah jalan dua arah. Luangkan waktu untuk mendengarkan anak Anda secara aktif, bukan hanya apa yang diucapkan secara verbal, melainkan juga yang tersirat ingin disampaikan, sehingga anak merasa dipahami dan dihargai.

g. Anak membutuhkan lebih banyak kemandirian. Otonomi adalah salah satu kebutuhan paling umum yang coba diungkapkan oleh anak-anak melalui ”tidak mendengarkan”. Terutama anak remaja, ingin mempunyai pendapat sendiri mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam hidupnya.

Tentu masih banyak alasan lainnya. Sangatlah penting memahami berbagai penyebab mengapa anak tidak mendengarkan sehingga orangtua dapat mengatasi alasan yang mendasarinya. Dengan menerapkan strategi yang lebih sesuai, diharapkan orangtua dapat menjalin relasi yang lebih kooperatif dan berbasis rasa hormat dengan anak.

Cara agar anak mendengarkan

Ada berbagai strategi yang dapat dilakukan orangtua, mulai dari cara yang sederhana hingga yang memerlukan keterampilan lebih khusus. Berikut saya gabungkan pendapat Eileen Kennedy-Moore (2014), seorang psikolog klinis, dan Vicki Glembocki (2023) yang bekerja sebagai jurnalis dan editor.

1. Berdayakan anak

Memberdayakan anak untuk mendengarkan dapat dimulai dengan mengubah pola pikir Anda. Misalnya, daripada mengeluarkan perintah, berikan informasi. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, secara alami ingin tahu mengapa sesuatu itu perlu. Memberikan informasi ini dapat mendorong anak untuk patuh.

2. Beri anak pilihan

Anak-anak menyukai pilihan karena hal itu membantu mereka merasa mampu mengendalikan situasi. Setiap individu ingin mempunyai hak untuk menentukan cara melakukan sesuatu walaupun itu hal kecil.

3. Nyatakan harapan Anda

Menyatakan ekspektasi yang masuk akal dapat membantu memastikan orang lain mempunyai pemikiran yang sama. Pada gilirannya, hal ini dapat mencegah konflik bahkan sebelum terjadi. Misalnya, ibu membiarkan anak-anaknya menyalakan TV sebelum mereka berangkat ke sekolah. Beri tahu anak tentang rencana ibu sebelumnya, seperti ”Setelah kalian mandi, berpakaian, dan siap berangkat, kamu bisa menonton TV lagi, sementara ibu bisa tenang menyiapkan bekal dan kita tidak terlambat.”

4. Sebutkan perasaan anak

Menyebutkan perasaan anak merupakan tindakan validasi dan dapat meredakan atau mencegah konflik. Selain itu, dapat membantu anak mengidentifikasi emosi mereka, yang merupakan keterampilan penting dalam belajar mengelola emosi. Orangtua juga perlu mendengarkan. Menyuruh anak berhenti menangis memberikan pesan bahwa perasaannya tidak penting. Anak sering kali menangis (atau merengek, membentak, tantrum) karena mereka tidak dapat mengomunikasikan perasaan mereka atau tidak tahu cara mengatasi emosi tersebut. Anda perlu menyebutkan perasaan mereka untuk membantu mengungkapkannya.

5. Pilih momen yang tepat.

Jika Anda ingin anak membawa piring bekas makannya ke dapur, akan lebih mudah baginya untuk mendengarkan jika Anda memintanya segera setelah dia berdiri dari meja makan, daripada menunggu sampai dia menjauh dan sedang bersantai di sofa. Orangtua juga sebaiknya menghindari membuat permintaan yang menantang ketika anak sedang lelah, lapar, atau secara emosional tidak nyaman.

6. Dapatkan perhatian mereka

Jika Anda perlu berbicara pada anak, berjalanlah mendekat, lakukan kontak mata, letakkan tangan Anda dengan lembut di bahu anak, lalu ajukan permintaan Anda dan berdirilah di sana dengan tenang dan percaya diri, hingga anak melakukan permintaan Anda. Berhati-hatilah untuk tidak membebani anak dengan terlalu banyak instruksi sekaligus. Pada beberapa anak, Anda mungkin perlu meminta mereka mengulangi instruksinya. ”Jadi, apa yang perlu kamu lakukan saat kita sampai di rumah?”

7. Fokus pada tindakan

Beri tahu anak Anda apa yang harus ia lakukan; bukan apa yang tidak seharusnya dia lakukan. Buatlah permintaan menjadi menyenangkan dan jika perlu melakukannya bersama-sama.

8. Mengucapkan kata ”tolong” dan berterima kasih

Menggunakan kata-kata ini membuat anak merasa dihargai, bukan diperintah orangtua. Daripada menggunakan ancaman, buatlah pernyataan sederhana ”bila…, maka….” ”Bila kamu selesai berlatih piano, maka kamu bisa mengundang temanmu ke rumah” atau ”Kalau mainanmu sudah dibereskan, kita bisa pergi ke taman.”

Pernyataan seperti ini menunjukkan bahwa anak memegang kendali kapan hasil positif akan terjadi. Anda juga dapat menggunakan pernyataan semacam ini untuk menggunakan peristiwa tertentu guna memicu respons yang diinginkan. ”Saat film ini selesai, kamu perlu pergi ke atas untuk mandi”, atau ”Setelah kamu menghabiskan es krimmu, maka kamu perlu menyikat gigi.”

Selamat membantu anak mendengarkan.

Agustine Dwiputri, Psikolog; Dosen PTT di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Disalin dari https://www.kompas.id/baca/opini/2024/04/26/agar-anak-mendengarkan?open_from=Section_Berita_Utama oleh Clakclik.com untuk kepentingan literasi publik.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.