Clakclik.com, 23 April 2024– Momentum peringatan Hari Bumi yang diselenggarakan setiap 22 April menjadi yang sangat tepat untuk kita semua melakukan refleksi atas peran kita dalam memanfaatkan dan menjaga bumi; melindungi sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem.
Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Sungai Juwana Sunhadi mengemukakan, pihaknya saat ini sedang menyiapkan puncak peringatan Hari Bumi dan sekaligus peringatan Hari Air yang sempat tertunda karena bencana banjir beberapa waktu lalu.
”Jampisawan, pada 25 April nanti akan mengadakan acara bersih sungai dan jembatan dalam puncak peringatan Hari Bumi sekaligus peringatan Hari Air yang tertunda karena bencana banjir kemarin. Peringatan ini bukan hanya sebagai seremonial saja, tetapi kita mengingatkan kembali betapa Bumi punya batasan daya tampung. dan kita harus terus memperjuangkan agar Bumi tetap sehat,” ujar Sunhadi, Senin (22/4/2024).
Di wilayah Kecamatan Pucakwangi, Kab. Pati, Jawa Tengah, petani gurem-pun saat ini menggunakan jasa traktor untuk mengolah lahan mereka / foto: Clakclik.com
Praktisi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan pemerhati lingkungan hidup di Kabupaten Pati, Jawa Tengah Husaini mengutarakan, saat ini kondisi Bumi tengah mengalami perubahan iklim yang berakibat cuaca tidak menentu hingga memicu berbagai bencana ekologis, seperti banjir. Kondisi ini juga berdampak terhadap masyarakat, termasuk petani, dalam memprediksi cuaca untuk masa tanam.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim mengakibatkan kerugian ekonomi hingga Rp 544 triliun. Risiko kerugian tersebut salah satunya berasal dari sektor pertanian dengan nominal Rp 78 triliun.
”Dari sektor pertanian, penggunaan pupuk atau pestisida kimia bisa memberikan dampak buruk yang besar bagi lingkungan. Penggunaan pupuk kimia menghasilkan emisi yang dapat mengakibatkan perubahan iklim. Jadi, meski aktivitasnya menanam, pertanian juga bisa berdampak terhadap kerusakan lingkungan,” terang Husaini.
Banyak hasil riset menunjukkan pupuk kimia bersifat panas sehingga membuat tanah cepat mengeluarkan air. Akibatnya, tanah menjadi keras dan retak-retak. Kemudian, penggunaan pupuk dan pestisida kimia dapat meninggalkan sisa-sisa zat kimia yang nantinya tersimpan dalam bahan pangan sehingga membahayakan jika dikonsumsi.
Selain itu, mekanisasi pertanian atau perubahan aktivitas pertanian dengan alat-alat modern berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan, baik air, tanah, maupun udara. Peran manusia untuk mengelola pertanian secara alami semakin tergantikan oleh mesin.
Petani di Kecamatan Pucakwangi, Kab. Pati, Jawa Tengah masih menggunakan tenaga manusia terutama perempuan untuk menanam padi / foto: Clakclik.com
Berkaca dari kondisi tersebut, Husaini menyebutkan, upaya untuk melindungi ekosistem dan menjaga keberlanjutan Bumi perlu dilakukan dengan beralih menuju pertanian yang lebih alami. Pertanian alami ini berfokus pada penggunaan bahan alami lokal, mengurangi emisi, dan menerapkan bahan-bahan yang bebas dari residu kimia berbahaya.
Pertanian alami juga memanfaatkan ekosistem dan kondisi alam dalam proses pertanian mulai dari pengendalian hama hingga penyubur tanah dan tanaman. Oleh karena itu, petani perlu mengetahui siklus hama dan tanaman sehingga dapat melakukan penanganan dengan tepat tanpa ada intervensi dari bahan-bahan yang merusak lingkungan.
Konsep pertanian yang bisa dikembangkan petani salah satunya adalah agroekologi. Ide utama dari agroekologi ialah merancang ekosistem pertanian. Dampaknya, ketergantungan dari pupuk kimia, pestisida kimia, dan mesin pertanian bisa diminimalkan tanpa harus mengganggu atau mengorbankan produktivitas lahan tersebut.
Selain itu, petani juga perlu meningkatkan kapasitas, dengan memahami berbagai hal terkait iklim beserta cara penanggulangannya. Beberapa di antaranya terkait dengan aspek teknologi usaha tani, pola tanam, jenis komoditas, serangan hama dan penyakit, serta pertumbuhan dan produksi tanaman.
Peningkatan kapasitas petani yang berbasis sains juga penting karena mereka kerap memperoleh pengenalan teknologi dan perangkatnya tanpa mengetahui risiko penggunaannya bagi ekosistem tanaman. (c-hu)