25
Mon, Nov

Diabetes; Penyakit Kronis (dengan) Laju Pertumbuhan Paling Cepat

Mobil Layanan Umat (MLU) LAZISNU MWCNU Pucakwangi, Pati sudah lebih dari satu tahun dalam seminggu minimal mengantar 4 orang warga ke rumah sakit untuk cuci darah / Dok. LAZISNU Pucakwangi

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 24 Juni 2023--Diabetes telah menjadi penyakit kronis dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Saat ini lebih dari setengah miliar orang hidup dengan diabetes di seluruh dunia dan jumlah itu diproyeksikan menjadi lebih dari dua kali lipat atau 1,3 miliar orang dalam 30 tahun ke depan.

Pertumbuhan pesat penyakit diabetes ini dilaporkan di jurnal The Lancet pada Kamis (22/6/2023). Penelitian dipimpin para peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), Fakultas Kedokteran Universitas Washington.

Dalam kajian ini, para peneliti menggunakan studi Global Burden of Disease (GBD) 2021. Mereka memeriksa prevalensi, morbiditas, dan mortalitas diabetes untuk 204 negara dan wilayah berdasarkan usia serta jenis kelamin antara tahun 1990 dan 2021 dan memperkirakan prevalensi diabetes hingga tahun 2050.

Mereka juga memberikan perkiraan tipe 1 diabetes (T1D) dan diabetes tipe 2 (T2D) serta menghitung proporsi beban T2D yang disebabkan oleh 16 faktor risiko. Tim studi termasuk peneliti dari kolaborator IHME dan GBD 2021 dari seluruh dunia.

”Tingkat cepat diabetes berkembang tak hanya mengkhawatirkan, tapi juga menantang sistem kesehatan global, terutama bagaimana penyakit ini meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik dan stroke,” kata Liane Ong, ahli kesehatan di IHME Fakultas Kedokteran Universitas Washington yang jadi penulis utama laporan ini.

Perhitungan terbaru dan terlengkap menunjukkan tingkat prevalensi global diabetes saat ini mencapai 6,1 persen. Hal ini menjadikan diabetes sebagai salah satu dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan.

Di tingkat superregion, angka tertinggi mencapai 9,3 persen di Afrika Utara dan Timur Tengah, dan angka tersebut diproyeksikan melonjak menjadi 16,8 persen pada tahun 2050. Angka di Amerika Latin dan Karibia diproyeksikan meningkat menjadi 11,3 persen.

Diabetes terutama terlihat pada orang berusia 65 tahun ke atas di tiap negara dan mencatat tingkat prevalensi lebih dari 20 persen untuk demografi itu di seluruh dunia. Tingkat tertinggi 24,4 persen bagi mereka yang berusia antara 75 dan 79 tahun.

Data berdasarkan wilayah menunjukkan, Afrika Utara dan Timur Tengah memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi, yaitu 39,4 persen pada kelompok lanjut usia ini. Sementara Eropa Tengah, Eropa Timur, dan Asia Tengah memiliki tingkat prevalensi terendah, yakni 19,8 persen.

Laporan tersebut juga menyebutkan, hampir semua kasus global (96 persen) diabetes tipe 2 (T2D). Sebanyak 16 faktor risiko yang dipelajari dikaitkan dengan diabetes tipe dua.

Indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi merupakan risiko utama untuk diabetes tipe dua dengan menyumbang 52,2 persen dari kecacatan dan kematian T2D. Hal ini diikuti oleh risiko pola makan, risiko lingkungan atau pekerjaan, penggunaan tembakau, aktivitas fisik rendah, dan penggunaan alkohol.

Temuan ini menguatkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada April 2023 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan cepat jumlah kasus penyakit diabetes melitus di dunia.

Berdasarkan data WHO, jumlah penderita diabetes meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada tahun 2014. Angka kasus penyakit ini meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi.

Faktor risiko

Menurut WHO, diabetes jadi penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Antara tahun 2000 dan 2019, ada kenaikan tiga persen angka kematian akibat diabetes berdasarkan usia. Pada 2019 saja, diabetes dan penyakit ginjal akibat diabetes menyebabkan dua juta kematian.

Terkait hal itu, WHO merekomendasikan pola makan sehat, aktivitas fisik teratur, menjaga berat badan normal, dan menghindari penggunaan tembakau adalah cara untuk mencegah atau menunda timbulnya diabetes tipe 2.

Diabetes juga dapat diobati dan konsekuensinya dihindari atau ditunda dengan diet, aktivitas fisik, obat-obatan, dan pemeriksaan rutin serta pengobatan untuk komplikasi.

Meski demikian, Ong mengatakan, masyarakat umum kebanyakan percaya bahwa T2D hanya terkait dengan obesitas, kurang olahraga, dan pola makan yang buruk, pencegahan dan pengendalian. Namun, penyebab diabetes cukup kompleks karena sejumlah faktor.

”Hal itu termasuk genetika seseorang, logistik, sosial, dan lain-lain, serta hambatan keuangan dalam sistem struktural suatu negara, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah,” ungkapnya.

Lauryn Stafford, peneliti di IHME yang menjadi penulis kedua makalah ini, mengutarakan, kondisi di mana orang dilahirkan dan lingkungan hidup juga bisa menjadi faktor risiko diabetes.

”Ketidaksetaraan tersebut akhirnya berdampak pada akses warga terhadap penapisan dan pengobatan serta ketersediaan layanan kesehatan. Itulah mengapa kita memerlukan gambaran lebih lengkap tentang bagaimana diabetes berdampak pada populasi pada tingkat yang terperinci,” tuturnya.

Sejumlah kajian lain juga menunjukkan, risiko diabetes terkait erat dengan pencemaran lingkungan, terutama paparan polusi udara. Hal ini, misalnya, dilaporkan oleh Yinglin Wu and Shiyu Zhang dari Departemen Epidemiologi School of Public Health, Sun Yat-sen University, China, di jurnal BMC pada 2022. (c-hu)

Note: Tulisan asli terpublikasi di Kompas.id, 23 Juni 2023, ditulis oleh Ahmad Arif. Dipublikasikan ulang oleh Clakclik.com untuk keperluan edukasi publik.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.