25
Mon, Nov

Posyandu, Layanan Penting yang Diremehkan

Ilustrasi/Istimewa

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Oleh: Husaini, Praktisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi, Tinggal di Pati, Jawa Tengah

Posyandu sesungguhnya adalah garda terdepan untuk memastikan setiap warga bisa tetap sehat dan memiliki kehidupan yang berkualitas. Fungsi dan peran posyandu di bidang kesehatan kini tidak hanya melayani kesehatan ibu dan anak, melainkan juga seluruh siklus kehidupan manusia, mulai dari bayi hingga lansia (lanjut usia).

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, jumlah posyandu yang tersebar di 38 provinsi di seluruh Indonesia sebanyak 300.000 posyandu. Setiap posyandu setidaknya memiliki tiga sampai lima kader yang bertugas atau total ada sekitar satu juta kader di seluruh Indonesia. Akan tetapi, kader yang aktif hanya sekitar 780.000 orang.

Kader posyandu memiliki peran yang penting untuk memastikan pelayanan bisa optimal pada seluruh kelompok usia, mulai dari anak balita, remaja, usia produktif, hingga lansia. Kader posyandu berperan meningkatkan derajat masyarakat. Tugas dan fungsinya tidak hanya saat hari buka posyandu yang dilakukan setiap bulan, tetapi juga ketika di luar hari buka posyandu melalui kunjungan rumah dan pemberdayaan masyarakat.

Pada hari buka posyandu, pelayanan setidaknya dilakukan setiap bulan. Pelayanan pada setiap kelompok usia bisa dijalankan secara serentak atau terjadwal, yakni pada ibu hamil, anak balita, remaja, usia produktif, dan usia lanjut. Selain itu, layanan promotif dan preventif juga harus dipastikan dijalankan dengan baik, mulai dari penyuluhan, deteksi dini, pemeriksaan cepat, imunisasi, dan pemberian suplemen. Saat ini jumlah kunjungan ke posyandu masih kurang dari 50 persen.

Sejumlah kader kesehatan desa di Desa Napa, Kec. Batangtoru, Tapanuli Selatan sedang mengikuti pertemuan di desa beberapa waktu lalu / Dok. Yayasan READY Indonesia

Sementara di luar hari buka posyandu, kader juga bertugas untuk melakukan kunjungan rutin setidaknya satu kali per tahun per keluarga serta melakukan kunjungan khusus sesuai kebutuhan. Pemberdayaan masyarakat pun perlu dilakukan melalui survei dan musyawarah. Kader juga diminta untuk meningkatkan kapasitas dalam sistem pencatatan dan pelaporan dengan menggunakan aplikasi digital.

Menurut kelompok usia, pelayanan yang perlu diberikan oleh kader posyandu juga berbeda-beda. Untuk ibu hamil, ibu bersalin, dan nifas, kader bertanggung jawab untuk melakukan pendataan bagi ibu hamil, mengedukasi pemeriksaan kehamilan serta kelas ibu hamil, dan melakukan penapisan bagi ibu yang belum melakukan kunjungan nifas.

Pada bayi, anak balita, dan prasekolah, kader juga diminta untuk memastikan bayi dan anak balita mendapatkan imunisasi dasar dan lanjutan lengkap serta melakukan pemantauan tumbuh kembang secara rutin. Untuk usia sekolah dan remaja, kader pun bertanggung jawab untuk memberikan edukasi pada isu prioritas remaja seperti kesehatan reproduksi dan kesehatan jiwa, serta melakukan kunjungan rumah untuk mengedukasi dan memantau konsumsi tablet tambah darah.

Tidak hanya itu, pada kelompok usia produktif, kader yang bertugas di posyandu juga bertugas untuk melakukan pemantauan pemeriksaan tekanan darah, gula darah, tinggi badan dan berat badan terkait obesitas, serta penapisan gejala tuberkulosis atau TBC.

Hal lain juga harus dilakukan pada kelompok lansia. Kader yang bertugas di posyandu bertugas untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah, gula darah, dan penapisan kesehatan warga lansia seperti tingkat kemandirian dan perilaku berisiko. Pemantauan kepatuhan pengobatan juga perlu dilakukan melalui kunjungan rumah.

Ironinya, di tengah tugas dan tanggung jawab yang semakin besar pada kader posyandu tersebut, berbagai keterbatasan justru masih ditemukan. Dalam kajian Foresight Layanan Kesehatan Primer yang dilakukan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada 2022, kader kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer dihadapkan dengan masalah kesejahteraan, distribusi yang tidak merata, dan minimnya sarana peningkatan kapasitas dari sumber daya manusia.

Komitmen pemerintah daerah, terutama kepada desa dan lurah di setiap wilayah untuk mengalokasikan anggaran khusus untuk peningkatan sarana dan prasarana posyandu, juga masih kurang. Padahal, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa disebutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) bisa digunakan untuk penyelenggaraan posyandu, termasuk insentif kader posyandu dan pelatihan bagi kader kesehatan.

Sejumlah kader kesehatan Desa Wek III, Kec. Batangtoru, Tapanuli Selatan mengikuti sosialisasi  desa tangguh bencana beberapa waktu lalu. Kader kesehatan desa biasanya juga dilibatkan dalam kegiatan selain posyandu di desa / Dok. Yayasan READY Indonesia

Pemerintah daerah, khususnya kepala desa dan lurah, harus memperkuat dukungannya dalam pengadaan APBDes dan APBD untuk mengoptimalkan fungsi posyandu di masing-masing wilayah. Posyandu pun diharapkan bisa menjadi pusat pelayanan yang menyeluruh. Posyandu sebagai pusat pelayanan terpadu yang tidak hanya untuk melayani bidang kesehatan, tetapi juga pendidikan dan perekonomian. Adanya posyandu ini bertujuan untuk mendekatkan akses bagi masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar.

Oleh karena itu, dukungan yang penuh pun diperlukan dari berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat kapasitas dan kualitas dari kader kesehatan yang bertugas dalam pelayanan di posyandu. Tugas yang besar perlu diimbangi dengan dukungan yang besar pula. Penguatan yang dilakukan pada unit pelayanan terkecil di masyarakat menjadi akar dari penguatan bangsa.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.