26
Fri, Apr

Darurat Kekerasan Seksual; Negara Baru Akan Hadir

Ilustrasi / Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Kita baru saja mendengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terhormat, menyetujui Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk diajukan sebagai inisiatif DPR ditengah sudah akut-nya persoalan kekerasan seksual di masyarakat.

Editorial | Clakclik.com | 11 Desember 2021

Alarm darurat kekerasan seksual sudah berkali-kali berbunyi nyaring, mengetuk kepekaan dan kepedulian kita, terutama negara, untuk melakukan tindakan nyata guna mencegah dan mengatasi masalah ini.

Sudah banyak pelajaran berharga, terutama dari kasus kekerasan seksual yang berujung pada hilangnya masa depan hingga nyawa korban.
Data Komnas Perempuan pada periode 2015-2020, Komnas Perempuan menerima 11.975 laporan kasus kekerasan seksual.

Jika menilik kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat, pada Januari-Oktober 2021 terdapat 4.500 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2020, dipastikan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan pun meningkat.

Kasus yang tidak dilaporkan dipastikan lebih banyak lagi. Tidak adanya perlindungan hukum yang memadai bagi korban membuat banyak korban/keluarga korban memilih diam untuk menghindari viktimisasi bertingkat terhadap mereka.

Sejumlah kasus yang sampai ke ranah hukum pun tidak memberikan keadilan bagi korban. Ini mulai dari pembuktian yang dibebankan kepada korban hingga hukuman terhadap pelaku yang terbilang ringan, bahkan tak jarang pelaku bebas.

Hukum pidana hanya menempatkan kekerasan seksual sebagai tindak pidana kejahatan kesusilaan, padahal ini merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia. Daya dukung pemulihan korban pun terbatas, padahal kasus kekerasan seksual bisa berdampak trauma seumur hidup, termasuk hilangnya

masa depan korban.
Kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, terutama perempuan dan anak perempuan, dan bisa terjadi di mana saja termasuk di institusi pendidikan. Setelah mencuat kasus kekerasan seksual di kampus, muncul kasus kekerasan seksual di pendidikan dasar dan menengah.

Ini pun hanya fenomena gunung es, relasi kuasa antara pelaku dan korban membuat kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan sering kali tak mudah terdeteksi.
Karena itu, kasus kekerasan seksual memang sudah dalam situasi darurat, sehingga negara harus hadir dengan instrumen hukum yang kuat, dalam bentuk undang-undang. Tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda, DPR harus segera membahas dan mensahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Mengingat urgensinya pencegahan kekerasan seksual serta perlindungan maupun pemulihan korban, juga belajar dari kasus UU Cipta Kerja, pembahasan RUU TPKS harus benar-benar berperspektif pada korban.

Kita semua menanti keseriusan kiprah DPR ini. Semoga tidak leda-lede dan nganyelke!

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.