28
Sun, Apr

Dunia Maya Kita Rendah Adab

Ilustrasi / @dungadinunga

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Semua yang terjadi di dunia maya menjadi cermin bagi dunia nyata. Keadaban digital Indonesia tergolong rendah, di dunia nyata sebenarnya kita bermasalah juga.

Editorial | Clakclik.com | 27 Februari 2021

Baca juga: Study Microsoft 2020: Netizen Indonesia Paling Tidak Sopan Se-Asia Tenggara (clakclik.com)

Riset tahunan Microsoft mengenai interaksi pengguna internet dengan judul ”Digital Civility Index (DCI)” diumumkan bulan ini. Riset yang berdasarkan survei di 32 negara dengan 16.000 responden pada April-Mei tahun lalu menghasilkan temuan, Indonesia berada di urutan ke-29 dari negara yang disurvei dan skor Indonesia keseluruhan 76.

Faktor yang memperburuk skor DCI Indonesia ialah berita bohong dan penipuan (47 persen), ujaran kebencian (27 persen), dan diskriminasi (13 persen). Posisi Indonesia hanya lebih baik daripada Meksiko, Rusia, dan Afrika Selatan. Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura, Taiwan, dan Australia.

Riset itu memperlihatkan bagaimana warga di sejumlah negara memperlakukan sesamanya dan mereka saling menjaga kehormatan di dunia maya. Kita harus mengakui, kerusakan interaksi terjadi jauh sebelum kita sempat menata cara-cara berhubungan dengan sesama warganet.

Teknologi digital begitu cepat masuk ke warga dengan pemahaman yang rendah. Orang yang sama sekali tidak paham tentang isu tertentu yang diperbincangkan orang lain di media sosial dengan sangat enteng menyanggah, membantah, hingga mencibir dan menghujat. Orang, dengan akun media sosialnya juga dengan gampang menuduh, mencemooh, menghujat seseorang yang tidak dikenalnya secara langsung atau hanya sekedar mendengar informasi dari orang lain.

Teknologi juga masuk sangat masif di berbagai sendi kehidupan tanpa kita sempat memilah-milah keuntungan dan kerugiannya. Industri kebencian berbasis algoritma yang dipakai dalam Pemilu Presiden 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Pemilu Presiden 2019 memperparah kerusakan interaksi dunia maya kita.

Kini kita berada di titik terendah dalam interaksi dunia maya. Di negara lain, seperti India, pandemi meningkatkan kualitas interaksi daring dan luring sehingga mereka lebih memperhatikan sesama. Ternyata di Indonesia, tidak berlaku hal yang sama.

Riset itu harus dimaknai sebagai pijakan awal kita memperbaiki keadaan. Jika di dunia nyata kita mempunyai ukuran dalam memperlakukan sesama seperti norma sosial, dengan riset itu ternyata kita juga membutuhkan ukuran yang sama. Kita perlu mengenalkan norma itu di dunia maya.

Kita juga membutuhkan perbaikan interaksi di dunia maya karena jika dibiarkan akan memunculkan risiko besar ke depan. Berbagai risiko sudah muncul, mulai dari konflik antarwarga hingga keterbelahan sebagai bangsa. Jika hal ini diteruskan, konflik dan keterbelahan akan menyedot energi besar kita yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun negeri.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.