Clakclik.com, 17 Oktober 2020— Fenomena La Nina atau peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya, diprediksi terus berkembang mencapai intensitas moderat pada akhir 2020 dan mulai meluruh pada Januari-Febuari 2021. Fenomena ini akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan antara 20 persen dan 40 persen di atas normal.
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu mengantisipasi dampaknya di berbagai sektor, termasuk pertanian. La Nina berpotensi meningkatkan risiko banjir dan membuat lahan pertanian terendam.
Di lansir di Kompas.id, Sabtu (17/10/2020) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengingatkan agar seluruh pemangku kepentingan mewaspadai dampak La Nina. Curah hujan yang tinggi yang disebabkan La Nina bisa berdampak pada produksi padi nasional tahun ini.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta pemangku kepentingan terkait juga mengantisipasi dampak La Nina di sektor pertanian. Banjir akibat curah hujan yang tinggi juga bisa merendam areal persawahan.
Koordinasi antarpemerintah daerah, baik tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, yang wilayahnya dilintasi sungai menjadi penting. Kerja sama diperlukan untuk mengoptimalisasi tata kelola air terintegrasi dari hulu hingga hilir.
”Waspadai pula potensi terjadinya cuaca ekstrem dalam mengelola lahan pertanian. Petani bisa mengantisipasi pola tanam dengan informasi iklim dan cuaca, serta memperhatikan Kalender Tanam (Katam) Terpadu Nasional Indonesia,” kata Dwikorita.
Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia Yunita Triwardani Winarto mengemukakan, petani membutuhkan pengetahuan yang dapat dipraktikkan di lapangan, khususnya dalam menghadapi fenomena cuaca dan iklim.
”Pengetahuan ini diperlukan karena petani menghadapi risiko yang semakin tak menentu akibat perubahan iklim,” ujar Yunita. (c-hu)