22
Fri, Nov

Orang Pintar dan Terdidik Banyak yang Percaya Hoax Covid-19

Ilustrasi / Istimewa

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 12 April 2020—Disadari atau tidak, banyak orang pintar dan terdidik, guru, tokoh agama, akademisi, percaya terhadap berita serta informasi palsu atau hoax seputar Covid-19. Sayangnya lagi, mereka ikut menyebarkan misinformasi soal wabah ini.

Seperti diketahui, setiap krisis kesehatan selalu menghasilkan pandemi misinformasi atau hoax. Pada 1980-an hingga 2000-an, kita menyaksikan penyebaran informasi palsu mengenai AIDS. Bahkan hingga saat ini hal itu masih terjadi.

Kini, kita juga melihat membanjirnya hoax seputar pandemi Covid-19. Mulai dari Facebook sampai pesan instan WhatsApp, kerap kita temukan informasi keliru mencakup soal penyebab wabah hingga cara pencegahannya.

Hoax atau berita-berita palsu ini bisa membawa kerugiann. Berita palsu bisa memberi perasaan aman palsu dan membuat kita abai pada panduan dari pemerintah, hingga mengikis kepercayaan terhadap petugas kesehatan.

Para penyebar informasi palsu bisa membuat berita mereka terasa ‘ada benarnya’ melalui akal-akalan sederhana yang membuat orang jadi tak berpikir kritis.

Informasi palsu juga bisa menyertakan bahasa deskriptif dan kisah personal. Terkadang ditampilkan fakta atau tokoh, atau lembaga kesehatan terkenal, agar membuat kebohongan itu meyakinkan.
Pernyataan sederhana yang diulang-ulang, baik dengan teks yang sama atau diubah, bisa meningkatkan kebenaran melalui meningkatnya perasaan akrab terhadap informasi terebut. Lalu kita kerap keliru menganggapnya sebagai kebenaran faktual.

Bukti terbaru memperlihatkan banyak orang menyebar muatan tanpa memikirkan akurasinya. Tampaknya orang lebih memikirkan kemungkinan unggahan mereka akan dapat suka (like) ketimbang memikirkan akurasi unggahan itu.

Atau mungkin orang berpikir bisa mengalihkan tanggung jawab penilaian pada orang lain, misalnya membagi informasi palsu dengan menuliskan di depan, saya tak tahu ini benar atau tidak.

Orang pintar, terdidik yang abai menggunakan akal ini oleh psikolog disebut sebagai kikir kognitif, karena mereka memiliki akal tetapi tidak menggunakannya. Kekikiran kognitif ini membuat kita lebih mudah mengalami bias kognitif, dan ini mengubah cara kita mengkonsumsi informasi (dan misinformasi). (c-hu)

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.