27
Wed, Nov

Menerima Informasi Soal Covid-19 Perlu Kejelian

Ilustrasi / Clakclik.com

Opini
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Oleh: Neni Wahyu Setiani
Mahasiswa KKN-MDR Kelompok Deaguna IPMAFA Pati, Jateng

Di era pandemi yang mencemaskan kita semua, banyak sekali muncul informasi tentang pandemi (infodemi) yang menyesatkan.

Di Solo, Jawa Tengah, seorang bernama Tri Dewa, warga Punggawan, Banjarsari, Solo, mengaku telah menemukan ramuan herbal atau jamu yang dapat menyembuhkan pasien positif Covid-19. Ramuan berbentuk jamu itu berasal dari olahan 20 jenis empon-empon seperti jahe merah, kunir, serai hingga daun kelor.

Tri Dewa mengklaim ramuan yang diberi nama Contravid itu telah menyembuhkan tujuh pasien terpapar virus corona di Jakarta. Tri Dewa pun memberanikan diri bertemu Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, di Balai Kota, Senin (13/4/2020), untuk menawarkan resep herbalnya itu. Lelaki 50 tahun itu berharap jamu Contravid mendapat dukungan Pemkot Solo untuk diproduksi massal dan dibagikan pada publik.

“Ramuan ini sudah teruji. Ada tujuh pasien positif Covid-19 di Jakarta yang sembuh setelah minum produk ini lima hari berturut-turut,” klaim Tri Dewa saat dihubungi Solopos.com, Senin (13/4/2020) malam. Tri Dewa menjelaskan ramuan jamu Covid-19 itu tidak ditemukan secara tiba-tiba. Dia mulai tekun mempelajari manfaat tiap jenis empon-empon sejak wabah SARS menyerang penjuru dunia pada medio 2002.

Saat itu Tri mengolah sekitar 10 jenis empon-empon untuk obat penderita SARS. Tri kemudian menambahkan 10 jenis empon-empon baru yang dinilainya berkhasiat untuk menyembuhkan Covid-19.

“Racikan ini saya rebus dengan tambahan ion positif. Rebusan ini kemudian saya kemas dalam botol berukuran 250 ml. Untuk menyembuhkan Covid-19, sebotol jamu cukup diminum sehari sekali selama lima hari berturut-turut,” jelasnya. Namun Tri Dewa mengakui minuman temuannya belum melalui uji laboratorium. Artinya, secara ilmiah khasiat jamunya tak bisa dibuktikan kebenarannya.

Klaim orang-orang yang mengaku “herbalis” menemukan obat penyembuh infeksi corona bertebaran di mana-mana. Agustus 2020 lalu, misalnya, publik dikejutkan video wawancara penyanyi Anji (Erdian Aji Prihartanto) di kanal Youtube dengan orang yang mengaku Prof. Dr. Hadi Pranoto — yang konon — berhasil membuat obat penyembuh pasien Covid-19. Obat herbal racikannya, menurut Hadi Pranoto, sudah menyembuhkan pasien covid dan sudah beredar di luar negeri. Luar biasa bukan?

Publik kaget, karena yang mengklaim menemukan obat covid-19 itu seorang guru besar. Yang mewawancarai juga seorang selebriti top. Apa yang terjadi kemudian? Setelah ditelusuri, Hadi Pranoto adalah profesor abal-abal. Kedua orang ini, yang menghebohkan dunia Youtube, kemudian ditahan polisi untuk mempertangggungjawabkan perbuatannya yang menipu publik.

Tapi informasi hoax tersebut, sudah terlanjur viral. Bayangkan, infodemi bohong Anji dengan follower 3,67 juta lebih itu, telah mempengaruhi jutaan orang. Belum lagi dengan sharing video tersebut oleh para follower Anji. Niscaya puluhan juta netizens sudah menerima infodemi hoax tersebut. Dan mereka niscaya terpengaruh. Itulah bahayanya jika hoax disebarkan pesohor.

Sebelum kasus Anji, kementerian pertanian mengumumkan khasiat kalung eucaliptus. Kementan menyatakan kalung tersebut bisa mencegah penularan virus corona. Virus corona, katanya, mati bila “bersentuhan” dengan molekul atau aroma eukaliptus. Geger kalung anticorona itu pun kemudian lenyap sendiri. Kementan dikritik ilmuan akan kecerobohan klaimnya.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari F Syam dan ahli kesehatan masyarakat dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, secara terpisah, Selasa (18/8/2020), mengatakan, klaim obat-obatan tidak bisa dilakukan sembarangan dengan pernyataan di media massa. Prosesnya harus melalui uji klinik dan review serta tinjauan dari ilmuwan terkait. Apalagi untuk obat-obatan yang diklaim bisa mengatasi Covid-19, wabah penyakit mematikan yang kini menjadi pandemi.

”Setelah uji klinis, hasilnya harus diuji dengan didaftarkan ke kongres dunia dan selanjutnya dipublikasi di jurnal internasional untuk mendapatkan pengakuan bahwa uji klinik tersebut valid serta bisa masuk panduan dan protokol pengobatan baru,” kata Ari.

Dari gambaran tersebut, kita hendaknya jangan cepat percaya bila ada klaim atau pengakuan orang yang bisa meracik obat antivirus corona. Dalam hal ini pejabat, peneliti, dan figur publik pun sebaiknya berhati-hati dalam menyampaikan informasi masalah-masalah penting terkait Covid-19.

Perlu diketahui, pemerintah sudah menyediakan berbagai macam kanal digital dan website resmi tentang Covid-19. Ikuti penjelasan resmi pemerintan tentang berbagai hal terkait Covid-19 tersebut agar kita tidak tersesat.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.