Clakclik.com, 6 Juni 2025--Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis (5/6/2025). Undang-undang ini dinilai berbahaya bagi lingkungan hidup dan masa depan Indonesia.
Gugatan tersebut didaftarkan bersamaan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. ”Ada 13 pasal UUCK (Undang-Undang Cipta Kerja) di kluster lingkungan hidup yang dinilai berbahaya bagi manusia, bagi lingkungan, dan akan merepotkan negara ini di kemudian hari,” kata Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi.
Zenzi menjelaskan, UUCK yang disebut sebagai omnibus law pertama di Indonesia tidak jauh berbeda dengan undang-undang masa kolonial dan berbahaya bagi lingkungan. UUCK telah menggeser izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan. Pergeseran ini memicu sejumlah masalah fundamental yang memicu kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat.
Sebelum adanya UUCK, setiap izin usaha harus didahului oleh izin lingkungan. ”Kenapa ada izin lingkungan dulu, agar dalam mengambil keputusan usaha, tidak boleh mengesampingkan hak lingkungan dan manusia. Kalau tidak ada izin lingkungan, izin usaha tidak bisa diterbitkan. Izin lingkungan lebih kuat stratanya dibanding dengan persetujuan,” kata Zenzi.
Menurut Zenzi, sebelum UUCK, ketika suatu usaha merugikan masyarakat dan pemerintah sepihak menerbitkan izin usaha, maka izin lingkungan bisa digugat di pengadilan tata usaha negara. ”Sekarang hal itu tidak bisa digugat lagi,” ujarnya.
Zenzi menambahkan, dalam proses izin lingkungan ada sidang komisi amdal yang memutuskan suatu izin usaha layak atau tidak. Izin usaha dianggap layak jika profit usaha itu tidak lebih kecil dari biaya pemulihan lingkugan.
”Walaupun gubernur atau menteri punya kewenangan menerbitkan izin, ada hukum yang membatasi. Inilah negara hukum. Tetapi sekarang, Komisi Amdal tidak punya kewenangan lagi untuk membatasi eksekutif,” katanya.
Zenzi juga mengatakan, UUCK telah mengubah Indonesia dari negara hukum ke negara kekuasaan. Undang-undang ini juga bertentangan dengan konstitusi, di mana setiap orang berhak untuk hidup sejahtera mendapatkan lingkungan baik dan sehat.
”Lingkungan itu hak setiap orang, namun di UUCK hal ini direduksi. Dalam perizinan saat ini, lingkungan menjadi hak orang yang terdampak langsung, tidak lagi menjadi hak setiap orang. Sebelumnya, setiap orang berhak menyelamatkan lingkungan hidup, sekalipun ia tidak berada di lokasi terdampak langsung,” tuturnya.
Kuasa hukum pemohon, Mulya Sarmono, menambahkan, penghilangan klausul izin lingkungan telah bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 28H Ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berkaitan dengan hak lingkungan hidup.
”Terus ada juga Pasal 28C Ayat 1 dan 2 terkait pengembangan diri dan hak kolektif atau dengan sederhananya disebut sebagai hak untuk berpartisipasi secara bermakna,” ujar Mulya. Oleh sebab itu, dalam petitumnya, Walhi meminta MK membatalkan Pasal 13 huruf b UU Cipta Kerja jika tak memaknai frasa ”persetujuan lingkungan” sebagai bentuk izin lingkungan.
Zenzi menambahkan, dalam UUCK, organisasi lingkungan tidak lagi berhak menjadi Komisi Amdal, begitu juga masyarakat yang berpotensi terdampak. Itulah mengapa UUCK harus diuji di MK, karena membangkan konstitusi. ”Kalau UU ini bertentangan dengan konstitusi dan memberi dampak besar kepada masyarakat dan lingkungan, untuk siapa pemerintah membuat ini? Ini adalah kepentingan penjahat lingkungan,” katanya.
Sebelumnya, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah memicu penolakan masyarakat dan organisasi lingkungan karena dinilai tetap mengabaikan aspek lingkungan hidup. Bahkan, penerbitan perppu ini juga diyakini semakin meningkatkan pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan korporasi bidang sumber daya alam. (c-hu)