Temuan kunci dari penelitian di 47 negara, termasuk Indonesia, menunjukkan hanya 22 persen responden mengidentifikasi situs berita sebagai sumber utama berita daring. Kelompok warga berusia lebih muda makin jauh dari media massa.
Editorian | Clakclik.com | 20 Juni 2024
Di sisi lain, empat dari 10 responden atau 39 persen kadang atau sering menghindari berita yang digambarkan sebagai hal menyedihkan, terus diulang, dan membosankan.
Terkait publik yang meninggalkan media massa, telah ada reportase di The New York Times pada 28 Februari 2024. Lima tahun silam, sebelum pandemi Covid-19, NiemanLab pada 17 Juni 2019 lebih dulu mengulas tentang memudarnya kepercayaan publik terhadap media massa.
Cerita diatas merupakan narasi dari Digital News Report 2024 Reuters Institute for the Study of Journalism menyuguhkan fakta suram. Peneliti senior Reuters Institute, Nic Newman, menyatakan, riset itu dipublikasikan setelah separuh warga mengikuti pemilihan umum di negara masing-masing serta ketika dunia diguncang perang di Ukraina dan Gaza. Suatu masa di mana informasi akurat dan tepercaya sebenarnya amat dibutuhkan publik.
Yang menarik, riset Reuters memperlihatkan bahwa ternyata orang tetap terpapar lebih banyak konten berita lewat video pendek di Youtube, Tiktok, atau Whatsapp. Video itu disiarkan oleh pembuat konten atau pemengaruh.
Dua fenomena terakhir kontradiktif. Warga disebut makin jarang membaca berita, tetapi pemengaruh yang terkadang memberitakan hal berita sesat disimak oleh jutaan pengikut.
Situasi tersebut membuat enam dari 10 responden khawatir. Sebagian orang lantas berusaha mencari rujukan berita terverifikasi yang kemudian berdampak pada naiknya pelanggan berita berbayar hingga 17 persen. Ini menunjukkan hasil kerja jurnalistik dengan verifikasi semua pihak dan turun ke lapangan masih sangat dibutuhkan publik.
Namun, dari riset Reuters diketahui bahwa dalam mengeksplorasi kebutuhan pengguna berita, media terlalu fokus memberikan informasi terbaru tentang berita utama. Media kurang menghabiskan cukup waktu untuk memberikan perspektif berbeda mengenai suatu isu atau melaporkan berita yang dapat memberikan rasa optimisme. Ada kesenjangan seputar berita lokal, isu kesehatan, dan pendidikan.
Melihat data itu, tidak aneh jika muncul pendapat bahwa jurnalisme tidak ditinggalkan oleh publik. Namun, para pelakunya asyik sendiri dan justru lupa pada publik yang dilayaninya. Jika ingin bangkit menyelamatkan jurnalisme dan bisnis terkait, saatnya para pelakunya melihat ke dalam diri sendiri dan berbenah.