27
Sat, Jul

Saatnya Waspada Curah Hujan Ekstrem

Foto: Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Ancaman bencana hidrometeorologi semakin meningkat seiring datangnya musim hujan pada November ini. Dibutuhkan langkah mitigasi yang menyeluruh guna menghadapi potensi risiko bencana alam seperti banjir bandang, puting beliung, dan tanah longsor dalam skala besar.

Editorial | Clakclik.com | 24 Nopember 2023

Sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 36,48 persen wilayah di Indonesia telah memasuki masa basah pada November ini. Daerah yang sudah terlebih dahulu hujan ini meliputi 255 zona musim di Indonesia. Selanjutnya, wilayah yang memasuki periode kedua musim hujan pada Desember nanti terdiri atas 21,89 persen kawasan lain di Indonesia.

Wilayah yang telah memasuki musim hujan saat ini tersebar merata di sisi selatan Pulau Sumatera, meliputi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, dan Bengkulu. Selain itu juga sisi selatan Pulau Kalimantan yang mencakup Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan sisi barat Kalimantan Timur.

Khusus Pulau Jawa pada awal musim hujan ini terpola menjadi dua bagian. Sisi barat lebih dahulu hujan dibandingkan sisi timur yang diprediksi baru mulai hujan pada Desember 2023. Hal serupa juga terjadi di wilayah Pulau Bali dan kepulauan Nusa Tenggara. Fenomena ini menyebabkan sebagian lahan pertanian dan sungai di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara masih mengering.

Di wilayah Jawa Timur, data indeks kekeringan dan kebasahan meteorologis menunjukkan bahwa seluruh wilayah Jatim masih berada dalam kondisi kering dengan kategori kering normal hingga sangat kering. Wilayah yang perlu diwaspadai karena kekeringan lebih panjang adalah Lumajang, Pacitan, Pamekasan, Sumenep, dan Trenggalek. Prediksi di Jatim ini mirip dengan kawasan lain di timur Indonesia, seperti Sulawesi dan Maluku, yang diperkirakan memasuki musim hujan pada Desember 2023. Sebagian wilayah Indonesia timur tersebut juga masih mengalami kekeringan.

Kondisi kering yang dimaksud adalah kekeringan meteorologis yang berhubungan erat dengan berkurangnya curah hujan dari keadaan normal dalam jangka waktu panjang. Hal tersebut berimplikasi pada penurunan simpanan air di tanah dan badan air. Kelembaban tanah pun akan turun apabila belum ada hujan dan berdampak pada gagalnya pertumbuhan tanaman.

Dok. Clakclik.com

BMKG menyebutkan bahwa awal musim hujan tahun ini mundur dari kondisi normal. Sebanyak 63,81 persen wilayah Indonesia mengalami musim kemarau lebih panjang sehingga musim hujan pun ikut bergeser. Fenomena demikian memunculkan kekhawatiran karena awal musim hujan ini relatif dekat dengan puncak musim hujan yang diprediksi berada pada rentang Januari-Februari 2024.

Secara umum, hujan biasanya sudah mulai turun pada Oktober sehingga durasi antara awal musim hujan dan puncaknya sekitar tiga bulan. Namun, saat musim hujan mundur, durasi menuju puncak musim hujan berkurang 1-2 bulan. Kondisi ini perlu diwaspadai karena dapat memicu munculnya kejadian hujan ekstrem karena singkatnya durasi hujan.

Kejadian hujan ekstrem mampu menyebabkan banyak bencana, mulai dari banjir, banjir bandang, hingga tanah longsor. Sepanjang lima tahun terakhir, kejadian bencana hidrometeorologi mencatatkan angka tertinggi. Rata-rata kejadian bencana mencapai 3.397 kasus setiap tahun dengan jumlah korban terdampak sangat besar. Sayangnya, kesiapan menghadapi potensi bencana ini relatif masih lemah.

Kekeringan panjang akibat El Nino yang melanda Indonesia tahun ini berdampak besar terhadap sistem cuaca dan iklim. El Nino umumnya menyebabkan berkurangnya curah hujan secara signifikan. Curah hujan bulanan di Indonesia terpantau masuk kategori rendah dengan intensitas hujan 0-100 milimeter per bulan. Hal tersebut berdampak pada mundurnya musim hujan dan musim basah menjadi relatif singkat karena tahun depan siklusnya akan berganti musim kemarau lagi.

Secara normal, curah hujan seharusnya turun selama 3-4 bulan, tetapi karena durasinya singkat pada periode ini, maka kemungkinan hujan hanya akan turun selama dua bulanan. Kondisi ini tak lepas dari fenomena pemanasan global yang makin membuat ketidakseimbangan sistem atmosfer Bumi. Hal tersebut dijelaskan dalam jurnal ”The Intensification of Short-duration Rainfall Extremes due to Climate Change” yang menekankan frekuensi hujan ekstrem akan lebih sering terjadi pada situasi sekarang.

Pemanasan global mendorong peningkatan curah hujan ekstrem di sejumlah wilayah di dunia, termasuk Indonesia. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa peningkatan hujan ekstrem dibuktikan oleh model statistik yang memperhitungkan pemanasan udara dengan kapasitas menahan air serta ketersediaan air di permukaan Bumi.

Dengan adanya peningkatan suhu Bumi, maka fenomena itu diperkirakan akan terus berlanjut. Akibatnya, frekuensi dan intensitas curah hujan ekstrem yang lebih tinggi bisa saja terjadi di masa mendatang. Hal ini berpotensi besar merugikan di sejumlah sektor, mulai dari sisi finansial, infrastruktur, dan keselamatan manusia.

Dok. Clakclik.com

Selain anomali iklim tahunan El Nino dan perubahan iklim, faktor lain yang menyebabkan makin pendeknya durasi hujan adalah aktivitas manusia. Dalam jurnal ”Anthropogenic Intensification of Short-duration Rainfall Extremes” disebutkan bahwa hujan ekstrem berkaitan erat dengan umpan balik awan konvektif di wilayah perkotaan atau wilayah dengan pembangunan masif. Hal tersebut dijelaskan pula oleh fenomena urban heat island yang membentuk sistem iklim mikro wilayah perkotaan.

Fenonema itu berpengaruh pada perubahan cuaca ekstrem di wilayah terbangun. Kondisi suhu wilayah pusat kota jauh lebih panas dibandingkan area sekitarnya. Pengaruh terbesarnya adalah penggunaan lahan yang minim pohon dan padatnya sistem transportasi yang mengeluarkan banyak emisi karbon.

Durasi musim hujan tahun 2023 hingga awal 2024 diprediksi akan lebih pendek daripada situasi normal. Sebanyak 439 zona musim akan mengalami periode hujan jauh lebih singkat, sedangkan daerah yang memiliki durasi musim hujan sama dengan rata-rata normalnya, yakni 5-6 bulan, hanya 44 zona musim.

Durasi yang makin singkat itu berpotensi menyebabkan munculnya cuaca ekstrem. Berdasarkan pantauan BKMG, wilayah yang mengalami durasi musim hujan lebih pendek adalah sisi selatan Pulau Sumatera, khususnya Jambi dan Sumatera Selatan. Wilayah lain adalah sisi tengah hingga selatan Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Kewaspadaan tinggi juga perlu ditingkatkan di wilayah Jawa, mengingat hampir seluruh pulau ini akan mengalami musim hujan jauh lebih pendek. Sejumlah wilayah yang menjadi langganan banjir dan tanah longsor perlu menyiapkan langkah mitigasi jauh lebih baik lagi.

Sejumlah wilayah di Indonesia telah melaporkan kejadian banjir dan tanah longsor. Berdasarkan pantauan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, banjir telah melanda sejumlah wilayah di Indonesia dengan intensitas cukup besar. Banjir melanda Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, pada Senin (13/11/2023) sekitar pukul 19.00 setelah hujan deras dengan intensitas tinggi. Kejadian tersebut menyebabkan 669 jiwa mengungsi dan 115 rumah terdampak.

Kejadian bencana hidrometeorologi tersebut akan terus meningkat seiring tingginya intensitas curah hujan. Oleh sebab itu, seluruh masyarakat Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi terhadap potensi bencana pada musim hujan ini. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan kesiapsiagaan di seluruh wilayah Indonesia, mengingat potensi bencana akibat cuaca ekstrem akan melonjak seiring memendeknya durasi musim hujan.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.