27
Sat, Jul

Sisi Gelap Sumber Dana Politik

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

 

Pendanaan politik untuk kontestasi pemilu menjadi sorotan karena memicu terjadinya politik transaksional. Para calon legislatif maupun eksekutif di tingkat pusat dan daerah yang memenangi pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada) nantinyaakan membalas jasa ini dengan mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan para pemberi dana tersebut.

Kontestasi pemilu khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 juga dinilai publik masih berpotensi memunculkan politik transaksional. Sebab, calon presiden-wakil presiden yang maju dalam Pilpres 2024 masih dikelilingi orang-orang yang bergerak di sektor industri ekstraktif. Bahkan, salah satu capres juga terlibat langsung dalam industri kotor ini.

Pada Pilpres 2019, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terdapat sejumlah nama pengusaha yang bergerak di bidang energi, seperti tambang batubara, di kedua kubu pasangan capres-cawapres saat itu, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Para pengusaha tambang di kubu Jokowi-Ma’ruf, antara lain, Luhut Binsar Pandjaitan (PT Toba Bara Sejahtera, PT ABN, PT Kutai Energi), Fachrul Razi (PT CP Prima, PT Antam), Suaidi Marasabessy (PT Perkebunan Kaltim Utama, PT Kutai Energi), dan Surya Paloh (PT EMM).

Selain itu, tercatat juga nama Wahyu Sakti Trenggono (PT Merdeka Cooper Gold), Oesman Sapta Odang (PT Karimun Granite, PT Total Orbit Prestasi), Andi Syamsudin Arsyad (Johnlin Group), Harry Tanoesoedibjo (MNC Energi and Natural Resources), Jusuf Kalla (Kalla Group), Jusuf Hamka (PT Indocement Tunggal Prakarsa), dan Abu Rizal Bakrie (PT Kaltim Prima Coal).

Sementara para pengusaha tambang di kubu Prabowo-Sandiaga adalah Prabowo Subianto (Nusantara Energy Resources), Sandiaga Uno (Saratoga Group, Interra Resources Limited, PT Adaro Energy), Hutomo Mandala Putra (PT Humpuss Group), Maher Al Gadrie (PT Kodel Group), Ferry Mursidan Baldan (PT Rantau Panjang Utama Bhakti), dan Hashim Djojohadikusumo (PT Arsari Group).

Adanya catatan ini dalam Pilpres 2019 dipandang masyarakat menjadi cikal bakal dikeluarkannya kebijakan, regulasi, dan perizinan yang menguntungkan oligarki. Kebijakan tersebut justru semakin melanggengkan aktivitas industri ekstraktif yang mengancam lingkungan sekaligus merenggut ruang hidup masyarakat.

Beberapa kebijakan atau regulasi yang banyak dikritisi masyarakat tersebut mulai dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara hingga UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya.

Fakta terkait sektor sumber daya alam (SDA) sebagai ruang bagi berbagai pihak melakukan tindak pidana juga ditegaskan oleh temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Beberapa waktu lalu, PPATK menemukan adanya dugaan uang hasil kejahatan lingkungan sebesar Rp 1 triliun yang mengalir ke partai politik untuk Pemilu 2024.

Selain itu, PPATK juga menemukan adanya risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada dana kampanye di sejumlah provinsi.Temuan PPATK ini semakin kuat mengindikasikan bahwa dana hasil tindak pidana masuk sebagai biaya untuk kontestasi politik.

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.