20
Sat, Apr

Produksi Pupuk Tak Berijin, Warga Jepara Dibekuk Polda Jateng

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Clakclik.com, 11 Maret 2023--Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah mengamankan seorang pria warga Jepara bernama Ahmad Slamet Jayadi yang memproduksi pupuk dengan bahan campuran air kencing kelinci.

Ahmad mengatakan awalnya ia bekerja di pabrik pupuk di daerah Jepara, setelah mengetahui cara pembuatan pupuk, ia coba mempraktikannya. Akhir 2009 lalu Ahmad mmembuat home industry pupuk NKCL merek Fortan di Desa Krasak, Pecangaan, Jepara dibantu lima karyawannya.

"Sudah sejak akhir 2009. Karyawan ada lima. Dulunya saya kerja di pabrik pupuk," kata Ahmad di kantor Dit Reskrimsus Polda Jateng, Jalan Sukun Raya, Semarang, Senin (4/5/2015).

Dalam sekali produksi pembuatan pupuk, tersangka mencampur bahan garam lokal 9 kuintal, garam impor 7 kuintal, kalium 4 kuintal, zat pewarna 1,5 kg, dan air kencing kelinci 20 liter.

"Sehari produksi itu hasilnya mencapai 40 karung," tandasnya.

Pemakaian kencing kelinci, lanjut Ahmad, sebagai pengganti natrium dan menimbulkan aroma menyengat layaknya natrium sehingga semakin mirip pupuk NKCL ber-SNI. Harganya pun jauh lebih murah yaitu 16 ribu per liter, sedangkan natrium bisa jauh lebih mahal.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Pol Edhy Moestofa mengatakan pelaku sudah mulai berproduksi sejak enam tahun lalu. Omzet mencapai Rp 65 juta per bulan dengan keuntungan kotor Rp 20 juta.

"Harganya jauh lebih murah dari yang sudah SNI. Dia per sak 50 kg seharga Rp 80 ribu, yang sudah SNI Rp 300 ribu. Daerah pemasaran di Demak dan Sragen," terang Edhy.

Tersangka terancam dijerat Pasal 120 ayat 1 jo pasal 53 ayat 1 UU RI nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian dengan ancaman hukuman Rp 5 milyar dab denda maksimal Rp 3 milyar. Kemudian pasal 62 ayat 1 jo pasal 8 ayat 1 huruf A dan atau e UU RU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 milyar.

"Pasal 60 ayat 1 huruf f juncto pasal 37 ayat 1 Undang-undang RI nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman dengan ancaman pidana 5 tahun dan atau denda Rp 250 juta," tandasnya. (c-hu)

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.