23
Tue, Apr

Zakat dan Upaya Mengatasi Kemiskinan

Dok. Lazisnu Pucakwangi

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Penghimpunan zakat dari tahun ke tahun terus meningkat. Jika dioptimalkan, zakat bisa menjadi instrumen sosial yang ajek guna mengatasi masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di tengah masyarakat.

Menunaikan zakat, terutama zakat mal, adalah ibadah wajib bagi umat Islam yang memiliki harta kekayaan yang sudah memenuhi syarat wajib zakat. Ibadah zakat melalui harta kekayaan yang ditunaikan setiap tahun ini jika dioptimalkan pengelolaannya bisa menjadi instrumen sosial yang ajek untuk mengatasi masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di tengah masyarakat.

Ibadah zakat memiliki dua dimensi, yaitu dimensi hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta dan hubungan manusia dengan sesama.

Dalam dimensi yang pertama terkandung makna kecintaan seorang hamba kepada Penciptanya sekaligus wujud rasa syukur atas segala rezeki dan berkah yang telah diterima. Sementara dalam dimensi yang kedua terkandung makna kecintaan, kedermawanan, dan solidaritas terhadap sesama.

Zakat merupakan konsep jaminan sosial yang lebih dulu ada dibandingkan dengan konsep jaminan sosial modern yang sekarang banyak diterapkan di negara-negara.

Dok. Lazisnu Pucakwangi, Pati, Jateng

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Sesuai dengan ajaran Islam, terdapat delapan golongan masyarakat yang berhak menerima zakat. Mereka adalah orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil (pengelola) zakat, orang-orang yang dilembutkan hatinya untuk Islam, seperti mualaf, budak, atau hamba sahaya, orang-orang yang berutang, orang-orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah), dan orang-orang yang bepergian untuk keperluan maslahat seperti menuntut ilmu.

Dengan sasaran sedemikian, pemanfaatan zakat juga bisa mencakup sebagai program pengentasan rakyat dari kemiskinan yang serupa dengan sistem jaminan sosial. Akan tetapi, hal itu hanya dapat terwujud jika potensi zakat yang ada bisa dioptimalkan penghimpunan dan pengelolaannya.

Potensi zakat

Lalu, seberapa besar potensi zakat di Indonesia? Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada acara World Zakat Forum tahun 2019 mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi zakat lebih dari Rp 230 triliun. Namun, hanya sekitar 3,5 persen yang berhasil dihimpun dan dimanfaatkan oleh pemerintah.

Dalam laporan Outlook Zakat Indonesia 2019 yang dilansir Badan Amil Zakat Nasional RI (Baznas RI), salah satu penelitian terkait potensi penghimpunan zakat di Indonesia adalah yang dilakukan oleh Firdaus, Beik, Irawan, dan Juanda (2012).

Penelitian tersebut menyebutkan, potensi zakat di Indonesia adalah sekitar Rp 217 triliun yang dihitung dari sejumlah sumber, di antaranya dari penghasilan dan perusahaan. Besaran potensi ini setara dengan 1,57 persen produk domesik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2010.

Penelitian lainnya (Sudibyo, 2018), potensi penghimpunan zakat dapat mencapai 3,4 persen dari PDB apabila zakat ditetapkan sebagai pengurang pajak.

Jika hal tersebut dilakukan, besaran potensi penghimpunan zakat pada kondisi tahun 2017 bisa sebesar Rp 462 triliun. Nilai potensi ini lebih tinggi dikarenakan regulasi yang berlaku saat ini adalah zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, bukan sebagai pengurang pajak.

Besarnya potensi tersebut pada kenyataannya belum terealisasi secara optimal. Data dari Baznas, pada tahun 2021 dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang berhasil dihimpun secara nasional sebesar Rp 14,11 triliun.

Dalam satu dekade terakhir, dana yang berhasil dihimpun pada tahun 2021 tumbuh 538 persen. Pada tahun 2012 dana ZIS yang terhimpun baru sekitar Rp 2,21 triliun.

Dok. Lazisnu Pucakwangi, Pati, Jateng

Di masa pandemi Covid-19, jumlah dana ZIS nasional yang terhimpun tetap meningkat, yakni sebesar 22,3 persen pada 2020 dan 12,9 persen pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan masih tingginya kepedulian kalangan yang mampu kepada masyarakat yang kurang mampu untuk mengatasi krisis akibat pandemi. Untuk tahun 2022, masih diliputi suasana pandemi, dana ZIS nasional ditargetkan bisa mencapai Rp 26 triliun.

Dari data satu dekade tersebut terlihat sudah ada peningkatan kesadaran masyarakat Muslim Indonesia untuk menyalurkan zakatnya melalui lembaga resmi pemerintah (Baznas). Namun, jumlah dana yang terhimpun masih jauh dari potensi yang ada.

Salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya penyaluran zakat lewat lembaga pemerintah adalah karena masyarakat Muslim masih cenderung menyalurkan zakatnya melalui amil zakat yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, seperti masjid/mushala atau memberikannya langsung kepada penerima zakat yang berhak. Hal ini selain karena aspek kemudahan, juga karena memprioritaskan penerima yang merupakan warga terdekat.

Mengentaskan kemiskinan

Dari dana ZIS yang terhimpun 2021 sebesar Rp 14,11 triliun tersebut, penyalurannya tercatat sebesar Rp 12,22 triliun yang dibagi ke dalam lima kategori. Porsi terbesar (68,6 persen) ditujukan untuk kegiatan kemanusiaan. Selebihnya ditujukan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan dakwah.

Khusus untuk zakat, pada Baznas Pusat terhimpun dana sebesar Rp 447,5 miiliar yang mayoritas disalurkan untuk kegiatan kemanusian, khususnya kepada fakir-miskin. Secara rata-rata, dana zakat yang disalurkan kepada kelompok fakir-miskin mengambil porsi 60-70 persen dari dana yang dihimpun.

Dari hasil pengukuran dampak zakat yang dilakukan Baznas RI, diketahui bahwa dengan menggunakan standar kemiskinan BPS, yaitu Rp 1,8 juta per kepala keluarga per bulan, zakat yang diberikan kepada kelompak sasaran yang berhak (mustahik) yang berada di bawah garis kemiskinan telah berhasil mengentaskan kemiskinan sebesar 44 persen atau sebanyak 28.859 jiwa.

Sementara itu, dari hasil pengukuran dampak zakat yang didistribusikan oleh semua Baznas daerah dan semua lembaga amil zakat di Indonesia, yaitu dengan menggunakan standar kemiskinan BPS, zakat yang diberikan kepada para mustahik berhasil mengentaskan kemiskinan juga sebanyak 44 persen atau 285.063 jiwa.

Tidak diragukan lagi, peran zakat berkontribusi besar dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampaknya tentu akan lebih besar lagi jika dana yang terhimpun lebih besar dari tahun ke tahun.

Dok. Lazisnu Pucakwangi, Pati, Jateng

Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan penghimpunan dana zakat. Salah satu fokus dari pemerintah adalah mengembangkan digitalisasi zakat seiring dengan lekatnya kehidupan masyarakat dengan teknologi, termasuk bekerja sama dengan platform perdagangan atau pembelanjaan daring (e-commerce) untuk memudahkan orang membayar zakat.

Namun, yang tak kalah penting dengan upaya digitalisasi zakat itu ialah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat dalam menyalurkan zakat secara transparan dan tepat sasaran.

Di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi yang masih diliputi bahaya pandemi, zakat bukan satu-satunya instrumen kebijakan yang bisa diandalkan untuk mengentaskan kemiskinan. Hal yang utama ialah tetap pada upaya menyediakan lapangan kerja yang memberikan pendapatan yang layak untuk keberlanjutan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. (LITBANG KOMPAS)

Sumber: https://www.kompas.id/baca/telaah/2022/04/26/zakat-dan-upaya-mengatasi-kemiskinan

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.