23
Tue, Apr

Mencari (lagi) Guru Bangsa

Dok. Clakclik.com

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Guru bangsa dimaknai sebagai orang yang tidak mempunyai ambisi politik, tetapi lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.

Editorial | Clakclik.com | 13 April 2022

Guru bangsa, negarawan atau muazin bangsa—meminjam istilah Alois A Nugroho dalam buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat (2015)—adalah orang yang selalu berseru-seru menyuarakan kebaikan. Berseru bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, melainkan kepentingan bangsa. Sosok yang tidak mau terlibat dalam politik kekuasaan atau day to day politics, tetapi menjadi penjaga moral bangsa.

Bangsa ini pernah memiliki sosok, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan mungkin sejumlah tokoh lain. Integritas tokoh itu setara dengan negarawan atau guru bangsa yang kini dirindukan. Bangsa ini kebanyakan politikus yang hanya memikirkan kekuasaan dan pemilihan. Sementara seorang negarawan adalah sosok yang memikirkan generasi ke depan.

Catatan sejarah politik kontemporer kian membuat kita semua miris melihat perilaku politikus kita. Kita coba simak pernyataan ketua umum partai politik yang meminta pemilu ditunda dua atau tiga tahun. Kita coba menyimak pernyataan bahwa domain mengubah undang-undang dasar adalah domain partai politik. Mereka seperti tidak peduli bahwa pernyataan mereka yang bertujuan memburu kekuasaan dan menabrak konstitusi berpotensi memperhadapkan anak-anak bangsa.

Idealnya, kita bisa bertumpu pada agamawan dan juga kalangan kampus untuk menjaga nation. Namun, hingga kini kita masih kesulitan mendapatkannya. Kalangan agamawan dipenuhi oleh mereka yang berdagang agama untuk makan dan memperkaya diri, sedangkan kampus lebih menjelma menjadi pasar dan ajang transaksi.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.