Clakclik.com, 19 Desember 2021—Peneliti dari Universitas Diponegoro, Semarang, mengembangkan Generator Mikro-Nano Bubble Ozon yang diklaim dapat mengurangi pestisida pada bahan makanan hingga 95 persen. Pengembangan alat itu menjadi bagian upaya panjang penanganan stunting atau tengkes di Indonesia.
Guru Besar Fakultas Sains dan Matematika (FSM) Undip Muhammad Nur mengatakan, alat itu adalah pengembangan dari penelitian sejak lebih dari tiga tahun lalu. Sebelumnya, Center for Plasma Research (CPR) yang didirikan oleh Nur mengembangkan generator untuk memperpanjang masa simpan sayuran.
Seiring perkembangan, ada tantangan untuk menanggulangi tengkes di Kabupaten Brebes. Sebagai daerah pertanian penghasil bawang merah, penggunaan pestisida di daerah itu termasuk tinggi. Dari penelitian Undip di Brebes, paparan pestisida menjadi salah satu faktor pemicu tengkes pada anak-anak SD di sana.
”Kami membandingkan (sayuran dan buah) yang dicuci dengan air bersih dan air ozon. Hasilnya, (pencucian dengan air ozon) menunjukkan beberapa basis pestisida sudah tak terdeteksi lagi. Berkurang sekitar 95 persen,” ujar Nur dalam telekonferensi kepada wartawan, Sabtu (18/12/2021).
Mengutip situs CPR Undip, pada generator tersebut, ozon yang dihasilkan dengan teknologi dielectric barrier discharge (DBD) dikombinasikan dengan teknologi micro-nano bubble untuk melarutkan ozon ke dalam air. Air ozon lalu digunakan untuk mencuci sayur dan buah yang terkontaminasi pestisida.
”Pencucian dilakukan dengan teknik sentrifugal (menjauhi pusat atau sumbu) agar air sisa pencucian tidak lagi mengontaminasi produk yang dicuci,” tulis pernyataan tersebut.
Adapun penelitian tersebut didukung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui prioritas riset nasional, yang dimulai pada 2020. Ada lebih dari 220 proposal, diseleksi hingga menjadi 38 kegiatan. Di Jateng, ada delapan kegiatan dan tujuh di antaranya di Undip, termasuk Generator Mikro-Nano Bubble Ozon untuk mengurangi tengkes.
Tengkes adalah terganggunya tumbuh kembang bayi akibat kurang gizi kronis. Anak berusia di bawah lima tahun dengan tengkes memiliki tubuh pendek dan defisit kognitif.
Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, prevalensi tengkes di Indonesia mencapai 30,8 persen. Artinya, satu dari tiga anak mengalami tengkes. Angka ini jauh dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen.
Sementara menurut Profil Kesehatan Indonesia 2019 Kementerian Kesehatan, Jateng berada di urutan ke-18 dari 34 provinsi pada grafik proporsi tengkes pada anak balita, dengan 27,68. Adapun rata-rata di Indonesia yakni 27,67.
Ignasius DA Sutapa, Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menuturkan, permasalahan tengkes masih menjadi salah satu perhatian pemerintah. Dalam rangka percepatan penurunan tengkes, tiga hal utama yang perlu disentuh yakni asupan gizi, pola asuh dan perilaku, serta ketersediaan infrastruktur, seperti sanitasi dan air bersih. (c-hu)