Situasi politik Tanah Air terasa begitu pengap dan sesak. Pandemi belum terkendali, tetapi berbagai masalah politik lain terus saja bermunculan. Hubungan pemerintah dan masyarakat tidak dalam kondisi baik.
Editorial | Clakclik.com | 17 Juni 2021
Publik dibawa pada bayangan bahwa bahaya pandemi Covid-19 akan mencapai puncaknya akhir Juni ini. Laporan dari daerah, minimal melalui pemberitaan di media massa, terasa mencemaskan. Pemerintah terus mengingatkan agar mobilitas publik dikelola dengan baik. Namun, realitas itulah yang harus kita terima. Pandemi lebih dari 1,5 tahun membuat bangsa ini lelah. Namun, sayangnya, sebagian penyelenggara negara menunjukkan perilaku yang tidak satunya kata dan perbuatan.
Belum tuntas isu penanganan pandemi, kisruh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tak kunjung selesai. Kisruh itu malah kian melebar ke mana-mana. Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan kepada pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan alasan untuk memberhentikan pegawai KPK. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyatakan hal yang sama.
Namun, arahan Presiden Jokowi dan pertimbangan MK ditafsirkan berbeda oleh pemimpin KPK Firli Bahuri dan BKN. Sikap demikian tidak membantu menyelesaikan masalah, malah kian berlarut dan bisa mendelegitimasi lembaga kepresidenan dan KPK. Spekulasi pun merebak ke mana-mana.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut koruptor bersatu untuk melemahkan KPK. Koruptor bersatu karena takut kasusnya terbongkar. Masa kedaluwarsa kasus korupsi adalah 18 tahun. Pernyataan terbuka Mahfud kian mencemaskan semangat pemberantasan korupsi di negeri ini. Pemberantasan korupsi merupakan amanah reformasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak boleh kalah melawan koruptor.
Situasi politik kian pengap ketika muncul lagi isu soal belanja sistem persenjataan dengan biaya sangat-sangat besar melalui utang. Proyek pengadaan tahun jamak diupayakan diselesaikan tahun 2024.
Terkini, kasus pemotongan hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun dengan dalih Pinangki adalah seorang ibu yang harus merawat anaknya (yang selama ini tidak pernah diberlakukan bagi terdakwa perempuan lainnya) semakin meyakinkan publik bahwa negeri ini memang sedang sakit parah.
Tak hanya ditingkat nasional, di daerah situasinya setali tiga uang alias sama saja. Bedanya, di daerah tidak banyak media yang berani mengekspose masalah-masalah penyimpangan. Penegak hukum di daerah juga terkesan loyo dalam bekerja. Sementara kelompok politik kompak dan saling menyimpan kartu satu dengan lainnya yang kemudian menghasilkan gerombolan, jamaah penyimpangan. Sedangkan rakyat, meski diam, mereka sudah mengetahui semua itu.
Pada sisi lain, Komisi Pemilihan Umum dan Komisi II DPR sudah membahas dan menetapkan waktu pemilu pada 28 Februari 2024 dan tahapan pemilu akan dimulai Maret 2022. Situasi kebatinan dan kebangsaan seperti ini perlu dikelola dengan baik. Butuh niat baik untuk menguraikan masalah satu per satu karena taruhannya adalah nasib bangsa ini.