04
Sat, May

Storytelling

Ilustrasi/Istimewa

Inspirasi
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Storytelling (: bercerita) adalah keterampilan yang sudah ada sejak dahulu kala. Sebelum ada buku dan surat kabar, telepon, dan telegram, apalagi internet, nenek moyang kita sudah menceritakan dongeng kepada anak cucunya.

Kita semua pasti senang dengan cerita yang bagus. Bila mendengarnya, kita akan menyimak, berimajinasi, mengingatnya, bahkan sampai dapat menceritakannya kembali beberapa tahun kemudian bila cerita tersebut demikian berkesan bagi kita.

Riset menunjukkan, cerita dapat menyentuh pusat-pusat sensori di dalam otak pendengar, membuat mereka seolah-olah masuk dalam cerita tersebut dan mengalaminya sendiri. Oleh karena itu, cerita yang tepat dapat mengaduk emosi, menarik perhatian dan diingat terus. Konsep yang kompleks pun dapat dipahami dengan mudah bila dikemas dalam bentuk cerita.

Sebuah cerita dapat menembus area yang tidak sanggup digapai analisis kuantitatif, yaitu hati kita. Data dapat memengaruhi orang, tetapi tidak bisa menginspirasi sampai membuat orang bertindak. Sementara itu, sebuah cerita dapat membuat hati membara dan mengarahkan jiwa. Terlihat, betapa ampuhnya cerita dalam segala bidang, mulai dari menjual produk, mengajar, sampai pada menyebarluaskan agama dan ideologi.

Cerita yang menarik biasanya menggunakan kata-kata, gambar, atau bayangan yang tepat sehingga membangkitkan imajinasi dan membuat konsep menjadi hidup.
Metode yang kuno ini ternyata masih efektif untuk membangun trust dan menggugah orang untuk berubah.
Storytelling menjadi metode yang efektif untuk menyebarkan tacit knowledge dengan adanya muatan emosi di dalamnya.

Menurut Steve Denning, setiap cerita yang baik harus mengandung tiga unsur. Pertama, cerita perlu berfokus pada hal yang positif dengan akhir bahagia dan mengandung kisah sukses. Kedua, cerita perlu memiliki “pahlawan” yang menjadi fokus cerita. Ketiga, cerita perlu mengambil tema yang tidak biasa agar dapat menarik perhatian pendengarnya.

Hambatan utama dari bercerita adalah kurangnya ide akan cerita yang menarik untuk dipaparkan. Oleh karena itu, kita memang perlu banyak membaca, mengobrol dengan berbagai macam orang dan mencari contoh-contoh yang dapat kita gunakan. Paling baik kalau kita dapat menceritakan cerita kita sendiri.

Selain memperhatikan teknik, seperti intonasi suara, phrasing, dan penggunaan body language dalam membawakan sebuah cerita, ada tujuh elemen yang perlu diingat dalam storytelling.

1. Tentukan konteksnya sehingga pendengar dengan mudah memahami big picture secara keseluruhan.
2. Gunakan metafora dan analogi agar pendengar dengan mudah terpengaruh oleh isi ceritanya.
3. Rangsang sebanyak mungkin emosi pendengar. Studi mengatakan bahwa banyak pengambilan keputusan individu didasarkan atas emosi.
4. Jaga agar cerita tetap konkret dan teraga. Cerita yang tidak realistis sulit dijangkau pendengar dan karenanya tidak akan terekam oleh ingatan.
5. Selipkan kejutan yang dapat membuat pendengar melepas adrenalinnya.
6. Menyesuaikan narasi dengan lingkungan pendengarnya. Narasi dalam lingkungan bisnis sebaiknya lebih singkat dan padat.
7. Undang partisipasi pendengar untuk turut serta memberi komentar dalam cerita sehingga membuat mereka lebih memiliki cerita tersebut.

 

Sign up via our free email subscription service to receive notifications when new information is available.